REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Republika secara konsisten menggelar pelatihan akuntansi masjid hampir tiap bulan. Pelatihan ini mendapat apresiasi dan sambutan baik dari para peserta yang ikut.
Salah satu peserta pelatihan yang juga Sekretaris Umum Masjid Al-Huriyyah Bogor Cahyono Tri Wibowo mengungkapkan, pelatihan akuntansi masjid memiliki kekhususan yang spesial. Sistem akuntansi yang diajarkan pun dinilai sangat efektif dan memudahkan para peserta pelatihan dalam memahami akuntansi.
“Saya rasa kalau pun basic orang (yang ikut pelatihan) itu bukan sarjana akuntansi misalnya, bisa sekali mengikuti pelatihan ini. Bagi saya, sistem yang dibuat oleh tim Republika tentang akuntansi masjid ini sangat efektif,” kata Cahyono kepada Republika, Sabtu (15/2).
Beberapa hal yang ia pelajari dari pelatihan itu antara lain kekhususan akuntansi berupa metode PSAK 045 tentang laporan keuangan nirlaba dan PSAK 109 tentang laporan keuangan zakat dan wakaf. Dia berharap dua metode ini bisa menjadi dasar utama pembangunan suatu sistem akuntansi masjid se-Indonesia.
Menurutnya kedua hal itu dapat menjadi pedoman yang dapat diacu apabila ingin membuat suatu akuntansi masjid yang profesional. Dengan metode dan pedoman tersebut, para akuntan masjid dapat mengerjakan laporannya dengan lebih efisien dan terukur apalagi dengan sistem online yang diterapkan dalam akuntansi ini.
Menurut dia sistem pengelolaan akuntansi masjid yang konvensional sangat berbeda jauh dengan sistem yang baru ini. Misalnya, dalam sistem konvensional hanya dikenal istilah cash in dan cash out. Sistem akuntansi masjid yang dikenalkan tim Republika ini berupa sistem yang beralih ke neraca, laporan kas, hingga laporan aktivitas masjid.
“Ini menurut saya loncatan yang luar biasa. Dengan sistem ini, sekali kita menekan satu pilihan di komputer jurnal harian, sudah diposting langsung. Menyingkat waktu, tidak perlu merekap karena sudah otomatis,” ungkapnya.
Untuk itu dia mengajak kepada seluruh pengurus masjid di Indonesia agar mengikuti pelatihan akuntansi ini. Apalagi, menurut dia, masih ada sejumlah masjid di Indonesia yang tidak melaporkan laporan keuangannya kepada para jamaah.
“Ya mohon maaf, mungkin masih ada satu dua masjid yang belum melaporkan laporan keuangannya. Baiknya memang pahami sistem akuntansi ini supaya kepercayaan jamaah kepada masjid itu meningkat,” katanya.
Ketua Institut Akuntansi Masjid yang menjadi pemateri pelatihan, Absar Jannatin, menyampaikan di era digital semua sistem telah beralih ke dalam sistem komputerisasi berbasis online. Untuk itu, sistem akuntansi masjid pun harus mengikuti perkembangannya.
Menurutnya dengan sistem akuntansi berbasis online, para pengurus masjid mampu mengerjakan laporannya secara efisien dan akuntabel melalui aplikasi bernama Masjid Pro. Sistem tersebut dinilai mampu memudahkan proses pengelolaan akuntansi masjid sehingga terdapat sistem yang terbangun di dalam masjid.
Dia menyebut apabila sebuah masjid tidak memiliki sistem, tak akan ada akuntabilitas setiap program yang dilaksanakan masjid. “Sebab, program masjid itu kan dimintai pertanggungjawabannya. Apalagi program masjid itu ada banyak, yang program tahunan, bahkan yang tiap Jumat,” ujarnya.
Berdasarkan catatannya, dari 800 ribu jumlah masjid yang ada di Indonesia baru sekitar 10 persen masjid yang pengurus masjidnya menerima pelatihan akuntansi. Padahal jika dikalkulasikan dengan asumsi satu masjid memiliki tiga orang akuntan, maka terdapat sekitar 2,4 juta pengurus masjid yang membutuhkan pembinaan akuntansi tersebut.