REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan pihaknya segera melakukan uji coba vaksin untuk mencegah virus African Swine Fever (ASF) atau disebut dengan flu babi Afrika. Dalam pertemuan dengan Gubernur Bali pada Jumat(14/2), Ketut memperkenalkan sebagian anggota tim ahli yang terdiri dari beberapa guru besar dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) yang saat ini dalam proses mengembangkan vaksin pencegah ASF.
"Dalam waktu dekat, prototipe vaksin akan segera diujicobakan, mudah-mudahan berhasil, sehingga bisa mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut," kata Ketut melalui keterangan resmi di Jakarta, Sabtu (15/2).
Adapun sebagian anggota tim ahli tersebut, yakni Prof. I Nengah Kerta Besung dan Prof. IGN Kade Mahardika (FKH Unud), Prof. Sri Hadi Agung Priyono dan Prof. I Wayan Teguh Wibawan (FKH IPB University), Dr. AA Gde Putra (Komisi Ahli Kesehatan Hewan), dan drh. Agung Suganda (Kepala Pusvetma).
Ketut menjelaskan bahwa pembuatan vaksin ASF ini tidak mudah, dan telah banyak negara mencoba membuatnya, namun belum ada yang berhasil membuat vaksin yang efektif mencegah penyakit. Ia berharap ada terobosan dalam pengembangan vaksin di Indonesia.
Terkait dengan kasus kematian babi yang mencapai 898 ekor di Provinsi Bali dalam satu bulan terakhir, Ketut menegaskan bahwa kejadian tersebut masih merupakan suspek (dugaan) dari ASF. Ia pun menilai tindakan pengendalian yang dilakukan petugas kesehatan hewan di Provinsi Bali sudah tepat dan tetap sigap dalam mengantisipasi kasus serta mencegah penyebaran penyakit.
"Berbeda dengan daerah atau negara lain, kasus kematian babi di Bali saat ini hanya mencapai 0,11 persen dari total populasi babi di Bali yang berjumlah 800 ribu ekor. Artinya petugas sudah sigap menghadapi kasus ini," kata Ketut.
Pemerintah memperkirakan kasus kematian Babi di Bali karena adanya penerbangan langsung dari negara tertular serta praktek pemberian sisa-sisa makanan sebagai pakan (swill feeding) yang memang biasa dilakukan masyarakat.
"Swill feeding diduga merupakan sumber masuknya penyakit ini, mengingat sifat virus yang tahan pada makanan olahan dan juga di lingkungan," kata Ketut.
Namun demikian, Ketut menegaskan bahwa virus penyebab penyakit babi di Bali ini tidak dapat menular ke manusia (bukan zoonosis), sehingga masyarakat diimbau tidak perlu takut mengonsumsi daging babi.