REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong Pertamina untuk mempercepat pembangunan kilang, terutama kilang yang diperluas dengan produk petrokimia. Wakil Komisi Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia, Achmad Widjaja mengatakan, prospek kilang penghasil petrokimia bisa menjadi penunjang utama berbagai industri nasional.
"Bukan hanya strategis, tetapi juga menjadi penunjang utama industri nasional. Makanya harus diuber pembangunan kilangnya," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (15/2).
Tingginya peran petrokimia, bisa dilihat dari potensi pasar, tambahnya, bahkan potensi tersebut bisa lebih dari Rp40-50 triliun per tahun. "Kalau pertumbuhan ekonomi tujuh persen, angka tersebut bisa lebih. Dan kalau harga energi bagus, yang berarti bahwa tingkat konsumsi tinggi, maka bisa naik menjadi dua kali lipat. Hanya saja, kita memang tidak bisa memprediksi dalam kondisi pertumbuhan lima persen,” kata dia.
Widjaja menegaskan, dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekarang mencapai 265 juta jiwa, kebutuhan petrokimia menjadi sangat tinggi, di sisi lain, perusahaan yang bergerak di industri petrokimia masih sedikit, di antaranya TPPI Tuban dan Bontang serta grup Chandra Asri.
"Besarnya kebutuhan tersebut, membuat Indonesia saat ini menjadi negara pengimpor petrokimia. Dari total kebutuhan, hanya sekitar 30 persen yang dipenuhi dari suplai dalam negeri. Sisanya, 70 persen masih impor," kata dia.
Oleh karena itu, lanjutnya, dengan kilang petrokimia Pertamina, diharapkan bisa mengurangi impor petrokimia secara signifikan.
Widjaja mencontohkan botol air mineral saja masih diimpor. Dengan harga nafta 0,01 sen dolar AS untuk setiap botol air mineral, bisa dihitung bahwa nilai impor produk tersebut sangat besar mencapai triliunan rupiah.
"Itu baru satu jenis produk. Padahal, petrokimia merambah pada aneka industri, termasuk industri rumah tangga. Sebut saja tekstil, sikat gigi, gelas air minum, hula hoop, bola, gayung mandi, wadah telepon, dan sebagainya," katanya.
Dikatakannya, industri petrokimia memiliki nilai ekonomi yang besar sekali. Dari tetesan minyak bisa menghasilkan 20 kluster aneka industri. Dimana masing-masing kluster terdiri atas beberapa sub kluster lain.
Untuk itulah, menurut dia, idealnya Pertamina tidak hanya berkonsentrasi menggarap sektor hulu petrokimia, tapi juga di bagian hilirnya. Bisnis ini membutuhkan investasi sangat besar dan bersifat jangka panjang dengan potensi keuntungan yang didapat juga bersifat jangka panjang.