REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Sudan Selatan Salva Kiir bakal memangkas jumlah negara bagian dari 32 menjadi hanya 10. Langkah itu sekaligus membuka kunci perjanjian perdamaian dan pembentukan pemerintah bersatu yang telah lama ditunggu.
"Kompromi yang kami buat hari ini merupakan keputusan yang menyakitkan, namun penting jika itu yang membawa perdamaian," kata Kiir melalui pernyataan.
"Saya berharap oposisi bersiap untuk melakukan hal serupa."
Kelompok kawasan IGAD memberi pemerintah waktu hingga Sabtu untuk menemukan solusi atas jumlah negara bagian yang harus dipertahankan.
Perbedaan pendapat antara Kiir dan mantan pemimpin pemberontak Riek Machar atas jumlah negara bagian serta kegagalan untuk mengintregasikan pasukan tempur yang berbeda menjadi rintangan utama dalam merampungkan proses perdamaian.
Riek Machar tak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
"Ini membuka jalan bagi kesepakatan damai yang terhenti. Kini para pihak harus menyelesaikan perundingan untuk membentuk pemerintahan yang bersatu, yang telah lama dinantikan," kata Alan Boswell, analis senior di lembaga think-tank International Crisis Group yang bermarkas di Brussels.
Perang saudara lima tahun Sudan Selatan meletus tak lama setelah pembentukan negara tersebut pada 2011 dan menimbulkan krisis pengungsi terburuk di Afrika sejak pembantaian Rwanda.
Kiir maupun Rieck Machar menyetujui kesepakatan damai pada 2018, di bawah tekanan PBB, Amerika Serikat dan negara lainnya di kawasan tersebut.
Berdasarkan perjanjian itu, keduanya sepakat membentuk pemerintahan bersatu pada November 2019. Mereka lantas menundanya hingga 100 hari, memicu Washington memanggil pulang duta besar mereka dan memberlakukan sanksi terhadap pejabat senior atas peran mereka memperpanjang konflik.