REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- emerintah Hong Kong akan mengirim pesawat ke Jepang untuk membawa kembali penumpang berwarga negara Hong Kong dari kapal pesiar yang dikarantina tersebut. Hal ini seperti yang dilakukan pemerintah Kanada untuk mengevakuasi warganya yang juga berada di kapal tersebut.
"Penerbangan charter akan mengembalikan penduduk Hong Kong ke kota secara gratis setelah pihak berwenang Jepang mengkonfirmasi rencana tersebut," kata Biro Keamanan Hong Kong dalam sebuah pernyataan, Sabtu (15/2) malam waktu setempat.
Biro tersebut mengatakan, para penumpang akan diminta menjalani 14 hari karantina setelah tiba di Hong Kong.
Kapal pesiar milik Carnival Corp membawa 3.700 penumpang dan awak kapal. Kapal itu telah dikarantina di Yokohama sejak 3 Febaruari setelah seorang pria yang turun di Hong Kong sebelum ke Jepang, didiagnosisi terpapar virus corona baru.
Terdapat sekitar 330 penduduk Hong Kong di dalam kapal itu. Termasuk 260 memegang pasor Daerah Administratif Hong Kong, dan sekitar 70 orang dengan yang asing.
Karantina kapal pesiar dijadwalkan berakhir pada Rabu. Di Hong Kong sendiri, terdapat 56 kasus yang dikonfrimasi, dan satu kematian akibat virus korona baru itu.
Pemimppin Hong Kong Carrie Lam meminta penduduk selalu berada di rumah untuk mengurangi risiko wabah ini tersebar lebih jauh. Pusat perbelanjaan, restoran, dan kafe hampir sepi karena adanya imbauan ini.
Kemarahan pun muncul karena Lam dinilai lamban menangani krisis. Para kritikus meminta dia untuk menutup seluruh perbatasan dengan Cina daratan. Sejumlah pekerja medis juga melakukan pemogokan.
Pada Sabtu, ratusan pendemo anti-pemerintah berbaris di beberapa jalanan menentang rencana untuk mengubah beberapa bangunan menjadi pusat karantina virus korona. Mereka juga menuntut kembali seruan untuk penutupan perbatasan daratan Cina.
Meski demikian, Lam mengatakan, langkah tersebut akan menjadi tidak pantas, tidak praktis, dan diskriminatif. Per Ahad, angka terbaru dari Beijing menunjukkan 68.500 kasus penyakit virus corona, dan 1.665 kemaitan. Sebagian besar kasus dan kematian berada di provinsi Hubei.