REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto ikut berkomentar soal Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Ia menyoroti RUU Cipta Kerja yang di dalamnya mengatur mengenai penetapan upah minimum di tingkat provinsi oleh gubernur sehingga tidak lagi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
"Harus dikaji dululah, ya, karena karakteristik tiap kota kan bisa berbeda-beda. Boleh satu Provinsi Jawa barat, tapi antara Kota Bogor dan Kabupaten Bogor bisa berbeda. Jadi, harus hati-hati di situ," ujarnya.
Demikian pula mengenai poin bahwa wali kota atau bupati yang bisa dipecat oleh gubernur dalam RUU Cipta Kerja. Bima berpendapat pikiran untuk mengejar investasi dan pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan nilai-nilai demokrasi.
Namun, Bima Arya masih belum yakin jika draf Omnibus Law yang beredar itu valid, termasuk soal adanya poin bahwa wali kota dan bupati bisa diberhentikan oleh gubernur.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengaku pernah sekilas mendapatkan klarifikasi dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang masih mengklarifikasi draf tersebut.
"Tapi poinnya adalah proses Omnibus Law ini harus lebih transparan, inklusif, dan partisipan," kata mantan Wakil Ketua Umum PAN itu.