Senin 17 Feb 2020 00:31 WIB

Penurunan Kemiskinan Hadapi 4 Tantangan, Korupsi Masuk

Tahun ini, pertumbuhan ekonomi diprediksi turun yang menyulitkan penurunan kemiskinan

Rep: Adinda Pryanka / Red: Nur Aini
Angka Kemiskinan: Sejumlah anak berada di rumah mereka di Kawasan Pemukiman Pemulung di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (1/3/2019).
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Angka Kemiskinan: Sejumlah anak berada di rumah mereka di Kawasan Pemukiman Pemulung di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (1/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai, penurunan kemiskinan Indonesia menghadapi empat tantangan serius. Empat tantangan itu adalah perlambatan ekonomi, sifat kemiskinan yang satu digit (the last mile problem), ketidakpastian ekonomi global dan nasional, hingga korupsi.

Rusli mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia kini semakin melambat. Terakhir, pada tahun lalu, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,02 persen. Pada 2020, Indef memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya tumbuhan 4,8 persen. "Kondisi tersebut di atas akan memengaruhi kemampuan pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi kemiskinan," tuturnya dalam diskusi online Indef, Ahad (16/1).

Baca Juga

Hal itu terlihat dari elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap angka kemiskinan periode 2010-2014 dibandingkan 2015-2019. Pada periode 2010-2014, di mana pertumbuhan ekonomi nasional pernah mencapai enam persen, rata-rata elastisitas pertumbuhan ekonomi dalam penurunan kemiskinan sebesar 0,53. Sedangkan pada periode 2015-2019 sebesar 0,42.

Rusli mengatakan, semakin rendah elastisitas, maka semakin rendah kemampuan pertumbuhan ekonomi dalam menurunkan kemiskinan. "Atau, dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi semakin tidak responsif/elastis terhadap penurunan angka kemiskinan," katanya.

Tantangan kedua, the last mile problem. Rusli menjelaskan, menurunkan angka kemiskinan dari level 20 persen ke 15 persen lebih mudah dibandingkan menurunkan angka kemiskinan dari sembilan persen ke delapan persen. Pada kemiskinan 20 persen kebijakan padat karya dan penyertaan modal usaha bisa mengentaskan angka kemiskinan, tetapi tidak pada level satu digit.

Rusli menuturkan, hal tersebut disebabkan perbedaan karakteristik orang-orang yang berada di kelompok dua digit dan satu digit kemiskinan. Pada level double digit, orang miskin yang melekat adalah mereka memiliki level pendidikan yang layak, akses kesehatan bagus, tetapi belum beruntung dalam akses ekonomi. Oleh karenanya, kebijakan yang bersifat ke ekonomi bisa lebih mudah dalam mengentaskan mereka dari jurang kemiskinan

Namun, Rusli menambahkan, tidak pada angka kemiskinan satu digit. Penduduk yang berada pada kemiskinan single digit mengalami keterbatasan akses ke ekonomi sekaligus kesehatan dan pendidikan.

Oleh  karena itu, Rusli menekankan kebijakan penurunan angka single digit perlu langkah yang berbeda dengan kebijakan ketika kemiskinan pada angka level double digit. “Kolaborasi program ekonomi, kesehatan, pendidikan dan akses politik diperlukan dalam kemiskinan  single digit,” ujarnya.

Tantangan ketiga, ketidapastian global dan nasional yang semakin tinggi. Rusli menjelaskan, hal ini akan berpengaruh terhadap kebijakan ekonomi nasional dalam rangka mencapai pertumbuhan yang optimal dan inklusif, sehingga berujung pada pengurangan angka kemiskinan

Rusli menyebutkan, teradapat beberapa peristiwa langka yang sulit diprediksi, namun berdampak besar dan di luar perkiraan umum  dalam satu tahun terakhir. Di antaranya, virus corona, ketagangan geopolitik dunia akibat terbunuhnya Jenderal Iran oleh Amerika. "Di dalam negeri ada kasus Jiwasaraya, Asabri," ucapnya.

Kejadan-kejadian tersebut membuat konsentrasi pemerintah dalam perwujudan pertumbuhan ekonomi terganggu. Tantangan terakhir, Rusli menjelaskan, korupsi yang membuat alokasi sumber daya ekonomi tidak efisien dan terkonsentrasi hanya pada satu dua kelompok/entitas. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi/pembangunan ekonomi tidak optimal.

Korupsi juga dinilai Rusli menjadi sumber ketimpangan mengingat akses sumber daya ekonomi tidak merata dan hanya dikuasai oleh kelompok tertentu. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah. Pertama, mereka harus kolaborasi dengan banyak stakeholder dan multi sektor dalam rangka penurunan angka kemiskinan yang semakin terjal tantangannya. "Program Keluarga Harapan (PKH) adalah contoh yang bagus dalam penyelesaian kemiskinan tersebut/kemiskinan yang bersifat multidimensi," ujar Rusli.

Kedua, menjadikan pemanfaatan dana desa menjadi lebih ke community development, bukan hanya sekadar pembangunan fisik/infrastruktur. Kemudian, Rusli menambahkan, pengarusutamaan pemberantasan korupsi dengan mengembalikan kewenangan KPK seperti sedia kala.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement