REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan migas kembali defisit pada Januari ini. Impor gas tercatat naik 79,6 persen jika dibandingkan Desember 2019. Tercatat impor gas mencapai 369,1 juta dolar AS.
Anjloknya defisit migas ini ditengarai karena impor elpiji yang membengkak pada Januari kemarin. Pengamat Energi dari Energi Watch, Mamit Setiawan menengarai penggunaan elpiji subsidi yang tak tepat sasaran salah satu penyumbang defisit migas.
"Terkait dengan naiknya impor gas kita memang sudah kita prediksi dari awal karena saat ini kebutuhan akan gas kita terutama LPG mengalami kenaikan di dalam negeri. Kita tahu bahwa saat ini,untuk LPG terutama 3 kg terus loss," ujar Mamit kepada Republika.co.id, Senin (17/2).
Apalagi kata Mamit posisi kilang yang dimiliki Pertamina belum sepenuhnya bisa memproduksi elpiji yang menjadi kebutuhan utama masyarakat. Hal ini membuat ketergantungan negara atas impor elpiji menjadi besar.