REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Ekonomi Jepang menurun pada tingkat tercepat dalam lima tahun terakhir. Penurunan ini terjadi karena terkena kenaikan pajak penjualan, topan besar dan permintaan global yang lemah.
Produk domestik bruto tahunan (GDP) turun jauh lebih curam dari yang diperkirakan 6,3 persen pada Oktober-Desember. Penyusutan PDB ini adalah yang pertama dalam lebih dari setahun dan terbesar sejak penurunan 7,4 persen pada tahun 2014, terakhir kali Jepang menaikkan pajak penjualannya. Ada juga kekhawatiran wabah virus corona akan berarti penurunan yang terus berlanjut pada kuartal ini.
Dilansir BBC, Senin (17/2) disebutkan bahwa hal ini telah menimbulkan kekhawatiran bahwa ekonomi terbesar ketiga di dunia itu akan jatuh ke dalam resesi. Selama periode pengeluaran konsumen Jepang turun 2,9 persen setelah pajak penjualan negara dinaikkan pada bulan Oktober menjadi 10 persen dari 8 persen. Pada bulan yang sama Topan Hagibis menghantam sebagian besar negara.
Kuartal terakhir, belanja modal turun 3,7 persen dan ekspor turun 0,1 persen di tengah perang perdagangan AS-China yang sedang berlangsung.
Investor sekarang mengamati untuk melihat apakah ekonomi akan pulih setelah corona memaksa China untuk menutup pabrik dan menyebabkan penurunan besar pada wisatawan China yang mengunjungi Jepang.
Menanggapi data hari ini menteri ekonomi Yasutoshi Nishimura mengatakan pemerintah Jepang siap untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menangani dampak wabah virus corona terhadap ekonomi dan pariwisata. Pada bulan Desember, pemerintah Perdana Menteri Shinzo Abe menyetujui pengeluaran 120 miliar dolar AS yang ditujukan untuk meredam dampak kenaikan pajak penjualan.