Senin 17 Feb 2020 15:38 WIB

KAMMI: Jilbab Bagian Budaya Bangsa Indonesia

Sebagian orang menganggap jilbab sebagai budaya Arab.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
KAMMI: Jilbab Bagian Budaya Bangsa Indonesia. Gerakan Menutup Aurat (Gemar) 2020 membagikan jilbab gratis di area CFD, Jakarta pada Ahad (16/2).
Foto: dok. Istimewa
KAMMI: Jilbab Bagian Budaya Bangsa Indonesia. Gerakan Menutup Aurat (Gemar) 2020 membagikan jilbab gratis di area CFD, Jakarta pada Ahad (16/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bidang Perempuan Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) menjadi bagian dari Gerakan Menutup Aurat (Gemar) untuk kampanye penggunaan jilbab. KAMMI memandang jilbab adalah perintah agama sekaligus bagian dari budaya luhur bangsa Indonesia.

Ketua Bidang Perempuan PP KAMMI, Anis Maryuni Ardi mengatakan, Gemar adalah gerakan bersama komunitas di berbagai daerah di Indonesia. Partisipasi KAMMI di Gemar karena jilbab atau penutup aurat sekarang oleh sebagian orang dianggap sebagai budaya Arab.

Baca Juga

"Maka kami mensyiarkan menutup aurat adalah kewajiban (perintah agama), jilbab ini bukan budaya Arab sebab di Indonesia juga sudah ada budaya jilbab sejak dulu," kata Anis kepada Republika.co.id, Senin (17/2).

 

Dia menjelaskan masyarakat Padang, Wajo, Aceh dan Ternate sudah mengenal jilbab sejak dulu. Kerajaan Melayu mengenal jilbab dengan sebutan baju kurung. Para kaum perempuan di Keraton Yogyakarta pada masa Hamengkubuwono I sampai IV juga memakai jilbab.

Selain itu, saat terjadi Perang Padri di Sumatra Barat dibuat peraturan oleh kaum Padri agar Muslimah memakai jilbab ketika keluar rumah. Artinya kebudayaan di Indonesia berjalan beriringan dengan syariat Islam sejak dulu.

"Budaya Indonesia (budaya berjilbab) sudah tahu bagaimana menjaga perempuan dan bagaimana menjaga kehormatan perempuan tanpa mengurangi eksistensi perempuan di masyarakat," ujarnya.

Anis menegaskan, masyarakat Indonesia dulu tidak saling mendiskreditkan antara budaya dan syariat Islam. Sinkretisme budaya seperti ini yang perlu dijunjung tinggi. Jadi jilbab adalah bagian dari budaya luhur bangsa yang harus diyakini, fungsinya sebagai kontrol sosial dan identitas Muslimah.

Berdasarkan hasil diskusi Bidang Perempuan PP KAMMI, dia menjelaskan, jilbab sebenarnya tidak boleh dianggap sebagai sebuah simbol kompetisi identitas dan simbol politik. Masyarakat Indonesia secara umum sudah menganggap jilbab sebagai pakaian umum masyarakat, bukan sebagai budaya impor.

"Kita melihat kebelakang siapa saja tokoh perempuan yang mempunyai jiwa kepemimpinan, tapi memakai jilbab, misalnya Rangkayo Rasuna Said, Nyai Ahmad Dahlan dan yang lainnya," kata Anis.

Gemar 2020 digelar di area CFD di Jakarta pada Ahad (16/2). Berbagai komunitas yang tergabung dalam Gemar menyelenggarakan long march, talkshow, membagikan jilbab gratis, memberi edukasi tentang jilbab, melakukan orasi kebangsaan dan kebudayaan terkait jilbab.

Sebelum acara puncak Gemar pada Ahad lalu, Bidang Perempuan PP KAMMI menyelenggarakan diskusi ilmiah tentang jilbab dari sisi fikih, kebudayaan, dan sejarah. Diskusi ini dalam rangka menyiapkan infrastruktur untuk meningkatkan daya intelektual kader KAMMI.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement