Selasa 18 Feb 2020 00:14 WIB

Ada Risiko Upah Minimum tak Naik dalam Omnibus Law

Upah minimum terancam tak naik di daerah dengan pertumbuhan ekonomi minus.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah
Foto: Republika/Ali Mansur
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang menggodok omnibus law cipta lapangan kerja bersama DPR. Salah satu poin yang diatur di dalamnya adalah formula pengupahan, termasuk penghitungan upah minimum povinsi atau kabupaten/kota. Ada perbedaan mencolok antara formula upah minimum yang tertuang dalam draft omnibus law cipta kerja dengan formula yang berlaku saat ini.

Melalui aturan baru dalam omnibus law cipta kerja, ada peluang sebuah daerah tidak mengalami kenaikan angka upah minimum. Pasalnya, dalam formula baru ini penghitungan upah minimum tak lagi mempertimbangkan laju inflasi dan mengganti variabel pertumbuhan ekonomi nasional menjadi pertumbuhan ekonomi provinsi.

Baca Juga

Dikutip dari dokumen draft Omnibus Law Cipta Kerja, maka formula penghitungan upah minimum ke depan adalah sebagai berikut:

UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt)

Dengan UMt+1 adalah angka upah minimum tahun tertentu, UMt adalah upah minimum tahun berjalan, dan PEt adalah pertumbuhan ekonomi provinsi di tahun berjalan.

Formula ini berbeda dengan penghitungan upah minimum sebelumnya, dengan rumusan:

UMt+1 = UMt + {UMt x (INFLASIt + %∆PDBt )}

Dengan UMt+1 adalah upah minimum tahun tertentu, UMt adalah upah minimum tahun berjalan, INFLASIt adalah nilai inflasi tahun berjalan, dan %PDBt adalah nilai pertumbuhan ekonomi nasional.

Dengan demikian, angka upah minimum berpotensi stagnan untuk provinsi-provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang minus atau terkontraksi. Misalnya, mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), ada Provinsi Papua yang mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi hingga -15,72 persen sepanjang 2019. Bila angka pertumbuhan Papua dimasukkan dalam formula pengupahan minimum, maka tidak ada nilai kenaikan upah.

Sementara DKI Jakarta masih beruntung, dengan pertumbuhan ekonomi 5,89 persen pada 2019 atau di atas angka pertumbuhan nasional. Nihilnya variabel inflasi juga membuat nilai upah berisiko tergerus inflasi apabila tak ada kenaikan.  

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah membenarkan hilangnya variabel inflasi dan digantinya variabel pertumbuhan ekonomi nasional menjadi pertumbuhan ekonomi provinsi dalam formula pengupahan minimum yang baru.

"Upah minimum itu, upah minimum yang ada ditambah dengan pertumbuhan daerah. Kalau dulu pertumbuhan nasional sekarang pertumbuhan daerah," ujar Ida di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (17/2).

Namun, Ida menegaskan bahwa aturan ini hanya berlaku bagi pekerja dengan periode kerja di bawah satu tahun. Sementara karyawan dengan periode kerja di atas satu tahun, menggunakan formula lain yang diatur lebih lanjut. Dalam omnibus law juga disebut, upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh di perusahaan.

"Dia (perusahaan) menggunakan struktur skala upah di masing-masing perusahaan," ujar Ida.

Ida menekankan bahwa formula pengupahan yang baru tetap menjaga kesejahteraan karyawan. Omnibus law, ujar Ida, tidak menghendaki adanya penurunan upah minimum.

"Upah minimum adalah upah minimum plus pertumbuhan di provinsi. kalau pertumbuhan stuck, maka prinsipnya upah minimum tidak boleh turun jadi tetap pada upah minimum yang berjalan pada waktu itu," ujar Ida.

Pro dan kontra terkait omnibus law cipta kerja ini masih berlanjut. Sejumlah pihak, terutama buruh, menolak penyusunan beleid ini. Kendati begitu, Ida menekankan bahwa ruang dialog dengan pemerintah masih terbuka lebar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement