REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. "Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS an- Nur 30-31).
Menahan pandangan merupakan langkah awal untuk menjaga kemaluan. Kewajiban itu pun disebutkan di bagian awal kutipan ayat Alquran di atas. Ibnu Qayyim al-Jauziy dalam Taman Pencinta (Raudhah al-Mu hibbin) mengungkapkan, pelarangan yang berlaku untuk ayat ini tidak bersifat mutlak meliputi seluruh aktivitas melihat atau memandang.
Pandangan diperbolehkan jika ada kemaslahatan yang pasti. Sebaliknya, pandangan akan menjadi haram jika ditakutkan akan menyebabkan kerusakan dan tidak memberi manfaat apa pun. Allah SWT tidak memerintahkan orang beriman untuk terus menahan pandangan. Sebaliknya, Dia memerintahkan kita untuk menjaga kemaluan sebagai kewajiban bersifat mutlak dalam keadaan apa pun.
Dalam sebuah hadis sahih diriwayatkan, al-Fadhl ibnu Abbas RA pernah membonceng Rasulullah SAW. Mereka berjalan dari Muzdalifah sampai ke Mina. Tiba-tiba melintas beberapa unta yang membawa wanita. Al-Fadhl pun memandang mereka, tetapi Rasulullah SAW memalingkan kepala al-Fadhl ke arah lain. Hadis itu mengandung larangan sekaligus pengingkaran. Jika memandang wanita diperbolehkan, tentu dia membiarkan al-Fadhl.
Dalam hadis sahih lainnya, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak Adam bagiannya dari zina. Setiap mereka mengetahui dan tidak memungkirinya. Mata bisa berzina dan zinanya adalah pandangan. Lidah bisa berzina dan zinanya adalah perkataan. Kaki bisa berzina dan zinanya adalah tangkapan yang keras. Hati hanya berhasrat dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mendustakannya." (HR Bukhari).
Ibnu Qayyim menjelaskan, zina pertama dalam hadis itu adalah zina mata. Dari zina mata itu zina tangan, kaki, hati, dan kemaluan bermula. Dalam hadis tersebut juga disinggung peringatan tentang zina lidah karena perkataannya. Zina itu meliputi zina mulut dengan kecupan. Saat hati berkeinginan, kemaluan menjadi pelaksana keinginan itu. Jika kemaluan membenarkannya, terjadi zina. Sebaliknya, jika kemaluan mendustakannya, zina tidak terjadi.
Menurut Ibnu Qayyim, hadis ini menegaskan bahwa mata juga bisa berzina dan bermaksiat lewat pandangan. Hadis ini juga mengungkapkan bantahan bagi orang yang sepenuhnya memperbolehkan pandangan mata. Tidakkah Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Ali RA, "Wahai Ali, jangan susuli pandanganmu, karena pandangan pertama adalah bagianmu dan pandangan kedua bukan lagi bagianmu."
Proses pandangan sampai ke hati dianalogikan seperti seorang penunggang yang kudanya ternyata bergerak hendak memasuki jalanan sempit. Jalan itu pun tak jelas ujungnya. Penunggang itu harus menarik tali kekang sedari awal agar kudanya tak melang kah lebih jauh. Jika dia terus melangkah, tarik lebih kencang lagi tali kekangnya. Kalau perlu, berteriaklah agar dia mundur. Jika berhasil menariknya mundur, masalah yang kita hadapi menjadi lebih ringan.
Sebaliknya, jika membiarkannya melangkah lebih jauh memasuki jalan yang sempit itu, masalah akan menjadi jauh lebih sulit. Setelah kita sadar adanya permasalahan tersebut, maka sudah terlambat untuk menarik ekor kuda itu untuk mundur. Kita akan mengalami kesulitan. Begitulah Ibnu Qayyim memberi contoh tentang bagaimana hati bisa memengaruhi pandangan.
Jika ditahan sejak awal, langkah untuk menuntaskannya menjadi lebih mudah. Jika di ulang lagi, menikmati gambaran keindahan yang dipandang dan memindahkannya ke hati nan kosong tentu cinta akan terbangkitkan. Pandangan itu dilakukan terus-menerus dan berkali-kali. Dia akan menjadi air yang menyirami tanaman. Pohon cinta akan tumbuh subur dan merusak hati serta mengalihkan pikiran dari apa yang seharusnya.
Perhatikan bagaimana Nabi SAW bersabda, " Pandangan mata itu (laksana) anak panah beracun dari berbagai macam anak panah iblis." Maksud dari hadis tersebut yakni anak panah itu bisa menawan hati. Racunnya akan menjalar dalam tubuh. Jika tidak ditolak atau segera diobati, racun itu bisa membunuhnya.
Pandangan mata menjadi sarana paling dekat kepada sesuatu yang dilarang. Untuk itu, syariat pun mengharamkannya. Syariat baru memperbolehkan jika pandangan dibutuhkan. Itulah hukum yang berlaku atas segala sesuatu yang mengakibatkan keha raman.
Meski demikian, sesuatu perbuatan dibolehkan jika terdapat maslahat yang jelas dan pasti. Semisal, shalat diharamkan pada waktu-waktu tertentu agar tidak memunculkan kesamaan dengan orang kafir penyembah matahari. Larangan itu tidak berlaku jika ada maslahat yang jelas dan pasti, seperti qadha dan shalat jenazah. Nabi SAW memberi petunjuk bahwa siapa saja yang memandang wanita lain tidak sengaja, hendaklah mengobatinya dengan menemui istri sendiri. Apa yang ada pada istrinya sama dengan apa yang dipandang pada wanita lain.
Petunjuk lain adalah lelaki memang diperintahkan untuk menahan pandangan. Sabda Rasulullah SAW, "Pandangan mata itu anak panah beracun dari berbagai macam anak panah iblis. Barang siapa menahan pandangannya dari keindahan wanita, Allah mewariskan kelezatan dihatinya yang akan didapatkan hingga kelak pada hari dia ber temu dengan-Nya."