Selasa 18 Feb 2020 00:04 WIB

Anggota DPR Masih Pelajari Perubahan UU Pers di Omnibus Law

Draf Omnibus Law Cipta Kerja juga menyinggung beberapa pasal UU Pers.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan. (ilustrasi)
Foto: Youtube
Anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Farhan belum bisa berkomentar banyak terkait adanya perubahan UU Pers yang terdapat di RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dirinya mengaku masih harus mempelajarinya terlebih dahulu.

"Saya masih pelajari secara mendalam karena kami pun masih fokus inventarisasi masalah di Omnibus Law," kata Farhan kepada Republika, Senin (17/2).

Baca Juga

Menurutnya, masukan dari media dan asosiasi jurnalis sudah masuk ke dalam pertimbangan komisi I dalam menetapkan keputusan. Republika juga mencoba menanyakan langsung hal yang sama ke Ketua Komisi I Meutya Havid, namun yang bersangkutan belum mau menanggapi.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi I DPR RI Teuku Riefky Harsya mengingatkan agar perubahan pasal di Omnibus Law RUU Cipta Kerja terkait pers tak boleh mengekang kebebasan pers. Politikus Demokrat ini menekankan, pers harus dijaga dan diperkuat oleh semua pihak.

"Kami mengimbau pemerintah Indonesia untuk membuat peraturan yang tidak mengekang kebebasan pers, sebagaimana semangat dan jiwa reformasi," ujar Teuku saat dihubungi, Senin (17/2) siang.

Sebelumnya Pemerintah melalui RUU Omnibus Law Cipta Kerja memasukkan revisi terhadap sejumlah pasal dalam Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Direktur LBH Pers, bersama dengan Aliansi Jurnalis Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menilai upaya revisi tersebut adalah bentuk campur tangan pemerintah dalam kehidupan pers.

"Niat untuk campur tangan lagi ini terlihat dalam Ombnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang akan membuat peraturan pemerintah soal pengenaan sanksi administratif terhadap perusahaan media yang dinilai melanggar pasal 9 dan pasal 12," kata Direktur LBH Pers Ade Wahyudin dalam keterangan tertulis, Ahad (16/2).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement