Bayer mengatakan "kecewa" atas putusan itu dan berkeras bahwa produknya "tidak bertanggung jawab" atas kerusakan yang terjadi.
Pada Minggu (16/02) Bayer mengumumkan bahwa pihaknya akan mengajukan banding atas putusan juri di pengadilan AS tersebut. Pihak juri menjatuhi denda sebesar 265 juta dolar AS (sekitar Rp 3,6 triliun) kepada Bayer agar dibayarkan kepada seorang petani di Missouri, AS, yang mengeluhkan herbisida produksi perusahaan itu telah menghancurkan kebun buah persik miliknya.
Petani yang bernama Bill Bader sebelumnya menggugat Bayer dan produsen bahan kimia BASF, dengan alasan bahwa herbisida mereka telah menyebar ke pohon-pohon persik miliknya dari lahan pertanian terdekat. Juri memberinya kompensasi sebesar 15 juta dolar AS (sekitar Rp 205 miliar) dan ganti rugi sebesar 250 juta dolar (Rp 2,8 triliun).
"Kami kecewa dengan putusan juri," kata Bayer dalam sebuah pernyataan, dan menambahkan bahwa perusahaan akan mengajukan banding. BASF juga mengatakan akan ajukan banding. Kedua perusahaan mengatakan bahwa herbisida dengan bahan aktif dicamba buatan mereka aman bila digunakan sesuai instruksi.
"Kami percaya bahwa bukti yang disajikan di persidangan menunjukkan produk Monsanto tidak bertanggung jawab atas kerugian dalam gugatan ini dan kami akan mengajukan banding," kata Bayer.
Didirikan di Wuppertal di Jerman bagian barat pada tahun 1863, Bayer kini adalah salah satu perusahaan farmasi terbesar di dunia.
Bayer dan serangkaian tuntutan hukum
Keputusan pemberian ganti ganti rugi sebesar 265 juta dolar AS ini adalah yang pertama dari lebih dari 140 kasus pengadilan terkait herbisida jenis dicamba. Ini adalah salah satu dari litigasi senilai multi miliaran dolar yang dihadapi Bayer atas produk Roundup yang dibuat anak perusahaannya yang berkedudukan di AS, Monsanto.
Monsanto memproduksi Roundup dan produk dicamba. Pada tahun 2018 Bayern mengakuisisi Monsanto senilai 63 miliar dolar AS dan karenanya ikut dituntut atas kedua produk tersebut. Sedangkan BASF secara tersendiri memproduksi herbisida berbasis dicamba.
Pada November 2018 Badan Perlindungan Lingkungan AS telah memberlakukan sejumlah pembatasan atas penggunaan dicamba setelah muncul kekhawatiran tentang kemungkinan kerusakan tanaman di area sekitar penggunaan produk herbisida ini.
ae/vlz (dpa, Reuters)