Selasa 18 Feb 2020 13:05 WIB

'Aneh Kalau Kepuasan Publik ke Wapres Lebih dari Presiden'

Tidak tepat membandingkan kepuasan publik antara Wapres Ma'ruf dan wapres sebelumnya.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Analis Politik, Hendri Satrio yang biasa dipanggil Hensat.
Foto: Kementan
Analis Politik, Hendri Satrio yang biasa dipanggil Hensat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia Hendri Satrio menilai wajar jika kepuasaan publik terhadap Wakil Presiden Ma'ruf Amin lebih rendah dibandingkan Presiden Joko Widodo maupun wapres sebelumnya Jusuf Kalla. Sebab, proses dan kondisi berbeda dalam pemilihan Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden pendamping Joko Widodo.

Hendri menerangkan, pemilihan Maruf sebagai cawapres untuk menjaga keterpilihan Jokowi dengan membentengi dari isu-isu agama yang menyerang Jokowi sebelum Pilpres. "Itu sudah sukses, makanya sekarang kalau kemudian Pak Ma'ruf kepuasan publik lebih rendah menurut saya nggak apa-apa, paling penting presidennya puas, justru agak aneh kalau kemudian wapres kepuasannya lebih tinggi," ujar Hendri kepada wartawan, Selasa (18/2).

Baca Juga

Menurutnya, tidak ada persoalan selama kepuasan publik terhadap Pemerintahan secara keseluruhan cukup baik. Begitu halnya, Presiden Joko Widodo puas dengan kinerja wapres saat ini. 

"Jadi menurut saya udah bener, jadi Pak Ma'ruf Amin memang kegiatannya bantu presiden, selama presiden puas ya nggak masalah," ujar Hendri.

Dosen Komunikasi dari Universitas Paramadina ini juga menilai tidak tepat jika kemudian membandingkan kepuasan publik antara Wapres Ma'ruf dan Wapres sebelumnya Jusuf Kalla. Hendri kembali mengingatkan, kondisi proses pemilihan keduanya sebagai wakil presiden pendamping saat Joko Widodo.

Hendri menerangkan, proses pemilihan JK sebagai Wapres untuk menyeimbangkan Jokowi yang baru sebagai calon presiden. Saat itu, kata Hendri, JK memiliki pengalaman sebagai wapres dan juga berbagai pengalaman di bidang lainnya.

"Jokowi kan baru jadi presiden, sementara JK kan sudah berpengalaman, jadi tugasnya lebih banyak dan kemudian JK mendapat peran yang lebih karena pada saat itu Jokowi memang membutuhkan itu, peran yang lebih, ya dunia internasional," ujar Hendri.

photo
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) (ANTARA)

Ia menjelaskan, kondisi berbeda saat pemilihan Ma'ruf sebagai calon wapres, dimana Jokowi telah memiliki pengalaman sebagai presiden. Namun, Jokowi saat itu diserang berbagai isu agama sebelum Pilpres.

"Nah kalau Kiai Ma'ruf kan ini dari awal kita sudah paham bahwa kondisi pemilihannya pun untuk jaga Pak Jokowi terpilih lagi kedua dan terbentengi dari isu-isu yang ada kaitannya dengan non-Islam dan toleransi," ujarnya.

Sebelumnya, Lembaga Indobarometer merilis hasil survei mereka terhadap kepuasan publik terhadap 100 hari kinerja presiden dan wakil presiden serta kabinet Indonesia Maju. Hasil survei yang dilakukan mendapati bahwa kepuasan publik terhadap kinerja wakil presiden masih berada di bawah 50 persen.

Sebesar 43,7 persen publik mengaku cukup puas dan 5,9 persen sangat puas dengan kinerja wakil presiden Ma'ruf Amin. Survei juga mendapati bahwa kepuasan publik terhadap kinerja 100 hari Presiden Joko Widodo sebesar 54,3 persen.

Direktur Indobaromater M Qodari menilai wajar adanya selisih perbedaan antara presiden dan wakil presiden dalam tingkat kepuasan masyarakat. Dia mengatakan, posisi presiden yang biasanya lebih menonjol menjadi salah satu penyebab adanya perbedaan tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement