REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mewajibkan bakal calon kepala daerah menggunakan Sistem Informasi Pencalonan (Silon) dalam proses pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. KPU mengklaim Silon dapat memastikan bakal calon perseorangan tak menginput beberapa kali syarat dukungan dari satu orang yang sama.
"Sistemnya sudah bekerja, jadi kalau ada indikasi data pendukung itu sama, maka dia (Silon) akan menolak," ujar Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik di kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (18/2).
Evi mengatakan, KPU belum mewajibkan penggunaan Silon pada pilkada serentak sebelumnya karena teknologi yang belum maksimal. Sehingga, terdapat indikasi kegandaan data proses verififikasi yang dilakukan KPU Provinsi maupun Kabupaten/Kota masing-masing.
"Ini kemudian banyak ditemui adanya kegandaan internal, jadi ada yang disebut kegandaan internal adalah satu namqa orang bisa muncul berkali-kali," kata dia.
Ia menuturkan, data ganda yang dimaksud seperti dilampirkannya beberapa KTP satu orang pendukung yang dikumpulkan paslon perseorangan. Dokumen KTP memang disyaratkan KPU agar bakal paslon perseorangan memenuhi syarat minimal dukungan dan sebaran.
"Itu kita temui banyak sekali, jadi ada duplikasi-duplikasi kegandaan satu orang banyak dimunculkan disyarat dukungan yang dibawa paslon. Satu KTP bisa dicopy berkali-kali, untuk memenuhi jumlah syarat dukungan," kata Evi.
Penggadaan data dukungan itulah yang akan diminimalisasi oleh Silon. Evi mengatakan, KPU menyiapkan Silon agar memudahkan tahapan pencalonan perseorangan baik untuk pemilihan gubernur maupun pemilihan wali kota dan bupati.
"Jadi kegandaan internal ini bisa kita pastikan sudah sangat minim sekali, bisa-bisa tidak ada lagi yang terdapat didalam syarat dukungan tersebut. Ini yang sudah kita siapkan dalam Silon kita," tuturnya.
Syarat minimal dukungan calon perseorangan dihitung dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) masing-masing wilayah. Untuk pemilihan gubernur syarat minimal dukungan calon perseorangan dari jumlah DPT di provinsi yakni 10 persen untuk jumlah DPT 2 juta; 8,5 persen untuk jumlah DPT antara 2 juta-6 juta; 7,5 persen untuk jumlah DPT 6 juta-12 juta; dan 6,5 persen untuk jumlah DPT lebih dari 12 juta.
Sementara, syarat minimal dukungan calon perseorangan yang maju tingkat bupati/wali kota yaitu 10 persen untuk jumlah DPT hingga 250.000; 8,5 persen untuk jumlah DPT antara 250.000-500.000; 7,5 persen untuk jumlah DPT antara 500.000-1 juta; dan 6,5 persen untuk jumlah DPT di atas 1 juta.
Apabila ada dukungannya tidak memenuhi syarat, atau karena terdapat kegandaan, maka ketika masa perbaikan, syarat dukungan yang harus disetor sebanyak dua kali lipat dari sisa yang sebelumnya. Misalnya, dukungan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 100 KTP, maka perbaikan yang harus disetor sebanyak 200 KTP.