REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Muhammad Muraz menanggapi terkait adanya aturan di dalam Omnibus Law Cipta Kerja yang memberi kewenangan presiden mencabut peraturan daerah (perda) yang bertentangan dengan undang-undang di atasnya melalui peraturan presiden (perpres). Menurutnya, hal itu bertentangan dengan konstitusi.
"Kalau Perda sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi, jadi harus tidak bisa pemerintah langsung membatalkan perda. Jadi silakan dijudicial review melalui MK. Saya kira sudah ada itu, sudah ada putusan MK," kata Muraz di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).
Menurutnya, pihak yang berhak menguji perda adalah Mahkamah Agung, sedangkan presiden tidak bisa serta merta langsung mencabut perda. "Ya silakan MA paling yang menguji Perda itu disahkan oleh tidak. Tidak langsung oleh pemerintah," katanya.
Sebelumnya diketahui di dalam draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja pasal 166 yang mengubah pasal 251 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memuat ketentuan bahwa presiden bisa membatalkan peraturan daerah melalui peraturan presiden.
Dalam Pasal 251 ayat (1) tertulis, perda provinsi dan peraturan gubernur dan/atau peraturan kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dapat dibatalkan.
Sementara Pasal 251 ayat (2) tertulis, Perda provinsi dan peraturan gubernur dan/atau perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan peraturan presiden.