REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menjalankan beberapa langkah diplomasi sawit salah satunya "crops for peace" untuk mengangkat komoditas tersebut bekerja sama dengan mantan kombatan dari Kolombia hingga Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dari Aceh.
"Diplomasi lainnya, kita ingin sawit dicantelkan dengan perdamaian, makanya kerja sama dengan Kolombia. Yang kita undang itu para mantan kombatan, jadi kita kerja sama dengan mantan GAM dan mantan pemberontak dari Kolombia, di Filipina bagian selatan, dengan Timor Leste," kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Siswo Pramono dalam diskusi yang dilakukan Yayasan Madani Berkelanjutan di Jakarta, Selasa (18/2).
Menurutnya, negara-negara yang sebelumnya memiliki problem mengajak mantan kombatannya kembali ke masyarakat. Mereka diajak bertanam sesuatu yang lebih sustainable melalui tata kelola yang baik dan memperoleh pendapatan yang lebih baik.
"Nah di Kolombia dipadukan penanaman sawit menggantikan opium. Kemudian di Filipina Selatan untuk masalah Abu Sayyaf, kan karena problemnya kemiskinan," ujar dia.
Pertemuan yang awalnya bertema "palm oil for peace" yang kemudian dikembangkan menjadi "crops for peace" tersebut sudah berjalan sebanyak dua kali di Indonesia dengan bantuan dari UNDP. Pertemuan selanjutnya rencananya akan dilakukan di Kartagena, Kolombia.
"Itu sudah berjalan dua kali dan itu judulnya "crops for peace". Kenapa? Karena Indonesia masuk Dewan Keamanan PBB dan Kolombia sebagai ketua perdamaian. Ini sudah berjalan dengan bantuan UNDP," katanya.
Program itu dikembangkan juga dengan komoditas lainnya, yang artinya dapat dibayangkan ada semacam pengaturan kalau tanaman dikembangkan untuk perdamaian sehingga akan dibawa ke PBB. Mereka tidak lagi menanam opium tetapi sawit, sehingga harus ada penanganan khusus tidak boleh ada "barrier".
Dengan program ini, menurut dia, sawit tidak lagi dijadikan kampanye hitam. Tetapi lebih dari itu bisa menyumbang sesuatu yang lebih.
Terakhir, Kementerian Luar Negeri melaksanakan the International Workshop on Crops for Peace, dengan menggelar workshop di Jakarta pada 5–6 November 2019 dan kunjungan lapangan di Riau pada 7–9 November 2019. Kegiatan tersebut diikuti 12 negara termasuk Indonesia, Kolombia, Afghanistan, Etiopia, Ghana, Myanmar, Nigeria, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Filipina, dan Timor Leste.