REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto mengatakan perlu dilakukan kajian mendalam terkait dengan rencana pemulangan anak-anak WNI eks ISIS. Susanto mengatakan, jangan sampai pemerintah hanya sekadar memulangkan mereka.
"Jadi, tidak sekadar memulangkan tapi tentu kita harus menyiapkan semaksimal mungkin agar kepulangan tidak menyisakan masalah baru bagi bangsa dan negara, karena ini juga menyangkut security system kita dan generasi kita di kemudian hari," kata Susanto, ditemui di Kantor KPAI, Selasa (18/2).
Susanto mengatakan, terkait dengan eks-ISIS, menurut pemerintah ada ruang bagi yang masih berusia anak untuk dikembalikan ke Indonesia. Alasannya, karena anak-anak ini dianggap tidak berdosa.
Terkait hal tersebut, Susanto menegaskan, perlu ada pendataan lebih detail. Antara lain soal jumlah data anak-anak yang mungkin dikembalikan, dan juga tingkat keterpaparan anak oleh ideologi yang berbeda. Pemerintah perlu membuat standar khusus terkait rendah atau tingginya tingkat keterpaparan anak-anak tersebut.
"Itu sebagai pintu masuk untuk menjalankan tugas di Pasal 59 UU 35 Tahun 2014," kata Susanto.
Bentuk perlindungan yang bisa dilakukan pemerintah terkait dengan pendampingan sosial kepada anak-anak korban jaringan terorisme. Bentuk perlindungan yang kedua yakni pendampingan dalam hal melawan radikalisme melalui penanaman kembali ideologi nasional. Selanjutnya, anak-anak tersebut harus direhabilitasi secara tuntas.
Lebih lanjut, ia juga membahas mengenai sumber daya manusia (SDM) rehabilitasi yang dimiliki Indonesia. Susanto mengatakan, tugas pemerintah adalah menyiapkan SDM tersebut agar anak-anak korban jaringan radiklaisme bisa menyesuaikan dengan ideologi Pancasila.
"Tentu (SDM) harus disiapkan oleh negara, kita harus sekokoh mungkin menyiapkan SDM rehabilitasi yang punya kompetensi untuk counter radikalisme," kata dia lagi.