Selasa 18 Feb 2020 21:52 WIB

WCS: 26.000 Trenggiling Diperjualbelikan 10 Tahun Terakhir

Tujuan terbesar penjualan trenggiling dari Indonesia adalah Republik Rakyat Cina.

Petugas mengumpulkan trenggiling (Manis Javanica) yang mati setelah diselamatkan dari para penyelundup, di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, di Kota Pekanbaru, Rabu (25/10).
Foto: Antara/Wahyudi
Petugas mengumpulkan trenggiling (Manis Javanica) yang mati setelah diselamatkan dari para penyelundup, di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, di Kota Pekanbaru, Rabu (25/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Trenggiling merupakan mamalia paling banyak menjadi sasaran perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia. Hal itu diungkapkan analis Wildlife Conservation Society (WCS) Yunita Setyorini.

"Untuk perdagangan trenggiling selama kurun waktu sepuluh tahun menurut analisa yang kami lakukan hampir ada 26.000 trenggiling dari Indonesia yang diperjualbelikan, tujuan paling besar adalah Republik Rakyat China," kata Yunita ketika berbicara dalam presentasi aplikasi melawan perdagangan satwa liar ilegal di Jakarta,Selasa (18/2).

Menurut dia, trenggiling diburu dan diperdagangkan karena sisiknya dipercaya dapat menjadi bahan obat yang ampuh untuk beberapa penyakit. Di antaranya asma dan membantu vitalitas tubuh.

Meski kepercayaan tersebut belum terbukti secara ilmiah, tapi satwa itu tetap diburu secara ilegal dan membuatnya terancam punah, kata Yunita dalam acara yang diselenggarakan memperingati Pangolin Day yang jatuh pada tanggal 15 Februari.

Penyaluran ilegal itu kerap dilakukan menggunakan jalur laut dan biasanya dilakukan menggunakan pelabuhan-pelabuhan kecil. Indonesia, yang memiliki salah satu jenis trenggiling yaitu sunda pangolin (manis javanica), merupakan salah satu sumber utama perdagangan ilegal tersebut.

Untuk itu, Yunita dan kelima temannya membuat prototipe aplikasi untuk membantu analis mengumpulkan data perdagangan ilegal berupa artikel berita yang ada di internet.

Memakai teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) aplikasi yang diberi nama Pan The Pangolin itu ikut diperlombakan di kontes Global Zoohackton 2019 yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat dan berhasil keluar sebagai juara kedua.

Untuk semakin membantu melawan perdagangan satwa, Tim Navy Pangoling rencananya akan mengembangkan aplikasi tersebut untuk dapat digunakan berbagai pihak terkait.

"Saat ini kita terbuka apabila dari orang-orang konservasi berbagi datanya untuk dipakai pembelajaran algoritmanya. Secara pribadi kita juga sedang merencanakan proposal untuk mendapatkan funding," kata Lintang Sutawika, anggota Tim Navy Pangolin dan rekan Yunita.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement