Rabu 19 Feb 2020 08:31 WIB

Prancis akan Hentikan Praktik Pengiriman Imam

Sejumlah negara mengirimkan imam ke Prancis setiap tahunnya.

Rep: Reuters/ Red: Muhammad Hafil
Prancis akan Hentikan Praktik Pengiriman Imam. Foto: Presiden Prancis Emmanuel Macron
Foto: AP Photo/Matt Dunham
Prancis akan Hentikan Praktik Pengiriman Imam. Foto: Presiden Prancis Emmanuel Macron

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS--Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan ia akan menghentikan praktik negara asing mengirimkan imam atau guru ke Prancis. Sebagai tindakan keras terhadap apa yang ia sebut resiko 'separatisme'.

Sejauh ini Macron selalu menjauh dari isu-isu yang berhubungan dengan komunitas muslim di Prancis. Ia lebih fokus pada isu-isu reformasi ekonomi.

Baca Juga

Macron mengatakan untuk mengantisipasi intervensi pemilihan walikota bulan depan. Perlahan-lahan ia akan mengakhiri sistem yang membuat Aljazair, Maroko dan Turki mengirimkan imam untuk berkhutbah di masjid-masjid Prancis. 

"Akhir dari sistem konsuler Islam ini sangat penting untuk menahan pengaruh asing dan memastikan semua orang menghormati hukum republik," kata Macron dalam konferensi pers di timur kota Mulhouse, Rabu (19/2).

Macron menambahkan Aljazair, Maroko dan Turki mengirimkan 300 imam ke Prancis setiap tahunnya. Ia menegaskan pada tahun 2020 akan menjadi terakhir kalinya imam-imam dari negara-negara itu datang dalam jumlah tersebut.

Ia mengatakan pemerintahannya telah meminta badan yang mewakili Islam di Prancis untuk menemukan solusi dalam melatih imam di negeri sendiri. Memastikan agar imam-iman itu bisa bahasa Prancis dan tidak menyebarkan pandangan radikal. 

Ketua oposisi dari sayap kanan Marine Le Pen kerap mengkritik Macron dalam isu mengintegrasikan muslim Prancis. Macron mengatakan ia juga akan menghentikan praktek siswa Prancis diajar oleh guru yang dibayar oleh pemerintah asing.

Prancis memiliki perjanjian dengan sembilan negara termasuk Aljazair, Maroko, Tunisia, dan Turki. Di mana pemerintah negara-negara itu dapat mengirim guru ke sekolah-sekolah Prancis untuk mengajar bahasa mereka ke siswa yang berasal dari negara-negara tersebut.

Macron mengatakan ia sudah membentuk sebuah perjanjian untuk mengakhiri praktek dengan semua negara itu. Kecuali dengan Turki. 

"Saya tidak akan membiarkan negara mana pun, apa pun itu, menaburkan separatisme, Anda tidak dapat memiliki hukum Turki di wilayah Prancis, tidak akan bisa," kata Macron. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement