Rabu 19 Feb 2020 09:35 WIB

Beranikah KPK Tangkap Nurhadi?

KPK imbau pengacara Nurhadi mengungkap keberadaan kliennya.

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi,  Jakarta, Selasa (6/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar mengeklaim telah mengetahui keberadaan buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurhadi. Menurut dia, mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) tersebut berada di salah satu apartemen di Jakarta. Namun, KPK sengaja tidak menangkapnya.

"Kalau informasi yang saya coba kumpulkan, bukan informasi resmi yang dikeluarkan KPK, KPK sendiri tahu bahwa Nurhadi dan menantunya itu ada di mana, di tempat tinggalnya di salah satu apartemen mewah di Jakarta," kata Haris di gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/2). Kedatangan Haris di KPK untuk melaporkan pengetahuannya itu.

Baca Juga

Pada 16 Desember 2019, KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016. Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar.

Tersangka ketiga adalah Hiendra Soenjoto selaku Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal sebagai pemberi suap tersebut. Nurhadi juga terlibat dalam perkara suap lain yang ditangani KPK.

Pekan lalu, KPK memasukkan ketiga tersangka sebagai DPO karena selalu mangkir dari panggilan KPK. Sebelum penetapan itu, Nurhadi sempat melakukan upaya praperadilan atas status tersangkanya, tetapi ditolak pengadilan.

Haris mengatakan, penetapan status DPO terhadap Nurhadi hanya formalitas belaka. Menurut dia, berdasarkan pengakuan pengacaranya, Nurhadi berada di Jakarta. Oleh karena itu, KPK seharusnya bisa langsung mencari. "DPO formalitas karena KPK tidak berani tangkap Nurhadi dan menantunya. Artinya, memang syaratnya sudah terpenuhi untuk di-DPO-kan, tetapi mengapa tidak dicari? Karena ada informasinya cukup jelas bahwa pengacaranya bilang dia ada di Jakarta," ujar Haris.

Ia mengungkapkan alasan KPK takut. Nurhadi, kata Haris, mendapatkan proteksi berkelas. Apartemen tersebut tidak mudah diakses publik dan dijaga sangat ketat. "Tetapi, KPK tidak berani untuk ngambil Nurhadi karena cek lapangan ternyata dapat proteksi yang cukup serius, sangat mewah proteksinya. Artinya, apartemen itu tidak gampang diakses publik, lalu ada juga tambahannya dilindungi oleh pasukan yang sangat luar biasa," ujar Haris.

Meski begitu, Haris menyayangkan ketakutan KPK pimpinan Jenderal Firli Bahuri Cs. "KPK kok jadi kayak penakut gini? Tidak berani ambil orang tersebut dan akhirnya pengungkapan kasus ini jadi terbelangkai," katanya. Selain melaporkan keberadaan Nurhadi, Haris juga datang untuk mengonfirmasi sebagai penasihat hukum para saksi dalam kasus Nurhadi dan menantunya.

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menyambut baik inisiatif Haris Azhar. Namun, Ali belum bisa mengonfirmasi kebenaran Nurhadi di aprtemen mewah di Jakarta, termasuk penjagaan ketat tersebut. “Kami menyarankan Saudara Haris Azhar membeberkan secara terbuka di mana lokasi persembunyian tersangka NH dan menantunya (RH) serta menyebutkan siapa yang menjaganya secara ketat,” kata Ali Fikri.

photo
Direktur Lokataru, Haris Azhar.

Imbauan

Selain itu, KPK juga mengimbau kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail, untuk memberitahu keberadaan kliennya. Sebab, Maqdir sempat menyatakan bahwa Nurhadi ada di Jakarta. "Silakan Pak Maqdir datang ke KPK dan laporkan, serta infokan ke kami di mana posisi tersangka (Nurhadi) yang disampaikan katanya ada di Jakarta sehingga pasti penyidik KPK akan tindak lanjuti," ujar Ali saat dikonfirmasi, Selasa (18/2).

Ali juga mengingatkan ancaman pidana bagi mereka yang berusaha menyembunyikan buronan. Diketahui, KPK pernah menjerat advokat Lucas dan Fredrich Yunadi dengan Pasal 21 UU Tipikor.

"Kami ingatkan ke semua pihak. Sembunyikan orang-orang yang kami cari, dengan sengaja tentunya, maka itu dilarang oleh ketentuan UU bahwa yang merintangi penyidikan itu diancam UU dengan Pasal 21 UU Tipikor," ujar Ali.

Pada Selasa, KPK juga memeriksa politikus Partai Demokrat, Yosef B Badeoda, untuk mencari tahu keberadaan tersangka Hiendra Soenjoto. Dalam jadwal pemeriksaan yang dikeluarkan KPK, Yosef dipanggil dalam kapasitasnya sebagai advokat. "Ditanya saja keberadaan Hiendra Soenjoto," ucap Yosef setelah diperiksa. Saat ditanya soal keberadaan Hiendra, Yosef mengaku tak mengetahuinya.

Pada Senin, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengakui, KPK memiliki sejumlah keterbatasan dalam menangkap para buron. Selain tiga buron dalam kasus Nurhadi, KPK juga masih memburu mantan calon anggota legislatif PDI Perjuangan, Harun Masiku.

"KPK itu sangat terbatas sumber daya manusia dan jaringannya. Karena itu, kami sangat terbuka atas segala keterbatasan tersebut kepada partisipasi masyarakat," kata Ghufron menanggapi sayembara pencarian para buron, Senin(17/2). n dian fath risalah, ed: ilham tirta

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement