REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan tidak mau terburu-buru mengevakuasi 75 Warga Negara Indonesia (WNI) anak buah kapal pesiar Diamond Princess yang tengah bersandar di Jepang.
Sebab, meski negatif terinfeksi vorus novel corona (COVID-19), Pemerintah Indonesia masih mengevaluasi kasus infeksi virus yang bertambah menjelang akhir masa observasi hari ini, Rabu (19/2).
Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Sesditjen P2P) Kemenkes Achmad Yurianto mengungkap sebenarnya observasi penumpang dan ABK selama 14 hari dan rencananya berakhir hari ini.
"Kami akan menjemput mereka (75 ABK Diamond Princess). Kendati demikian, kami masih mengkaji kapan waktu mengevakuasi mereka karena masih mengkaji kok menjelang akhir observasi hari ke-14 ada yang positif (terinfeksi virus?)bagaimana kalau nanti menularkan?makanya harus dihitung lagi dan kami tidak bisa buru-buru," ujarnya saat ditemui di update COVID-19 di sela-sela acara rapat kerja kesehatan nasional (rakerkesnas) 2020, di JI Expo, Jakarta, Rabu (19/2).
Ia menyebutkan fakta bahwa ada penumpang maupun ABK yang mulai terinfeksi di hari kelima. Kemudian penumpang lainnya sakit di keesokan harinya yaitu hari keenam. Sementara WNI tercatat terinfeksi di hari kesepuluh.
Pihaknya mengakui, hal ini menjadi kesulitan tersendiri mengapa penanganannya sedikit berbeda. Apalagi, dia melanjutkan, kapal pesiar itu memiliki sirkulasi udara relatif tertutup dan memungkinkan cepatnya penyebaran virus.
Tak heran, ia mengungkapkan kemungkinan kapal ini beserta dengan seluruh isinya termasuk ABK besar diobservasi lebih dari 14 hari. Rumitnya penularan virus di kapal ini, dia melanjutkan, membuat negara lain seperti otoritas Hong Kong juga mengirimkan tim medis terlebih dahulu ke kapal itu.
"Mereka menghitung kemungkinan evakuasi warganya. Jadi (kasus virus COVID-19) di Diamond Princess tak sederhana, agak rumit," ujarnya.
Disinggung kemungkinan apakah 75 WNI itu menjalani observasi setelah dijemput, ia tak mau berandai-andai. Yuri juga menolak menjawab mengenai kemungkinan lokasi observasi 57 ABK itu sama seperti tempat karantina 238 WNI dari Hubei di Natuna, Kepulauan Riau pekan lalu. "Yang pasti mereka dijemput dulu," katanya.