REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) mengalami negative underwriting selama 10 tahun belakang. Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Asabri Sonny Widjaja dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI di Gedung DPR, Rabu (19/2).
"Asabri sebenarnya sudah mulai mengalami negative underwriting sejak 1976. Danm berturut-turut dari 2010 sampai 2019 terus negatif," kata Sonny.
Sonny mengatakan, negative underwriting terjadi karena penerimaan premi yang lebih kecil daripada beban klaim dan beban liabilitas manfaat polis masa depan (LMPMD). Pada 2010, Sonny menyampaikan posisi negative underwriting tercatat sebesar Rp 312 miliar. Angka tersebut terus meningkat hingga 2019 mencapai Rp1,23 triliun.
Untuk mengatasi hal tersebut, kata Sonny, diperlukan portfolio investasi yang agresif. Namun, kondisi pasar modal yang tidak kondusi, menyebabkan terjadinya penurunan nilai saham pada 2018 dan 2019.
Sonny mengatakan pihaknya telah melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi hal itu. Menurut Sonny, Asabri telah melakukan pemetaan asset investasi yang tidak produktif. Perseroan juga mengubah strategi investasi dari agresif ke konservatif.
Asabri juga meminta pertanggungjawaban Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat dalan rangka pemulihan terhadap penurunan nilai aset investasi. Menurut Sonny, penurunan nilai aset investasi telah mencapai Rp 11,4 triliun.
Sebelumnya, Sonny menjelaskan sebagian besar portfolio investasi ditempatkan pada saham perusahaan
PT Hanson International Tbk milik Benny dan PT Trada Alam Minera milik Heru.