Rabu 19 Feb 2020 16:11 WIB

In Picture: Bocah-bocah Pelestari Budaya Wayang Kulit (2)

.

Rep: Thoudy Badai/ Red: Yogi Ardhi

Seorang anak belajar membawa wayang kulit tokoh Gatot Kaca di Sanggar Nirmalasari, Cinere, Depok, Jawa Barat, (FOTO : Thoudy Badai)

Seorang anak belajar mementaskan wayang sebagai dalang di Sanggar Nirmalasari, Cinere, Depok. (FOTO : Thoudy Badai)

Sejumlah anak belajar menabuh gamelan pengiring pagelaran wayang kulit di Sanggar Nirmalasari, Cinere, Depok, Jawa Barat, (FOTO : Thoudy Badai)

Anak didik sanggar mencatat ransemen gamelan di Sanggar Nirmalasari, Cinere, Depok. (FOTO : Thoudy Badai)

Seorang anak belajar menabuh gamelan pengiring pagelaran wayang kulit di Sanggar Nirmalasari, Cinere, Depok, Jawa Barat, (FOTO : Thoudy Badai)

Peserta sekolah dalang Sanggar Nirmalasari, Cinere, meninggalkan ruangan sanggar. (FOTO : Thoudy Badai)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Berdiri pada 1 Juni 1987, Sanggar Nirmala Sari ini diasuh Ki Asman Budi Prayitno. Sanggar ini menggembleng anak-anak mulai umur lima tahun hingga belasan tahun tentang pewayangan dan pedalangan.

 

Penguasaan karakter wayang, serta alat musik gamelan menjadi dasar bagi anak-anak yang berlatih, mendalang wayang kulit di Sanggar Nirmala Sari.

 

Bagas salah satu murid wayang mengatakan, "Saya senang bermain wayang, juga ingin melestarikannya" singkat Bagas disela-sela waktu latihannya.

Bagi Ki Asman, wayang merupakan jatidiri bangsa yang harus tetap dilestarikan. Hal tersebut yang membuat setengah abad umurnya ia habiskan dengan tokoh-tokoh wayang kulit, hingga membuka kelas khusus bagi anak usia dini. Sebagai bentuk dedikasi hidupnya untuk eksistensi wayang kulit di kalangan anak.

sumber : Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement