REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III (Hukum) DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan memanggil Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo pada Rabu (19/2). Pemanggilan itu terkait penanganan Perkara Kasus PT Trans Pasific Petro Chemical Indotama (TPPI) atau kasus Kondensat.
Rapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery dengan dihadiri oleh 20 dari 53 anggota Komisi III DPR RI. Sementara di pihak Bareskrim, Listyo didampingi oleh sejumlah Direktur Bareskrim yang semuanya seragam mengenakan kemeja putih.
Sebelum memulai rapat, sejumlah anggota dewan sempat mempermasalahkan adanya empat orang berpakaian batik yang duduk di belakang barisan Bareskrim. Setelah diklarifikasi, ternyata mereka adalah pihak PT TPPI. Listyo mengatakan, kehadiran mereka agar nantinya dapat memberikan keterangan bila DPR membutuhkan.
"Atas inisiatif pribadi," ucap Listyo.
Namun, DPR tidak merestui kehadiran empat orang perwakilan dari TPPI tersebut. Empat orang itu pun dipersilakan keluar dari ruang rapat Komisi III DPR RI. "Rapat ini fokus pada proses penegakkan hukum kasus TPPI Kondensat, jadi yang bukan penegak hukum silakan keluar. Jika kami membutuhkan keterangan, kami akan memanggil dan mengagendakan secara khusus," kata Herman Hery selaku pimpinan rapat.
Setelah itu, Listyo pun memulai paparan terkait perkembangan kasus Kondensat itu. Dalam perkembangannya, Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara tahap dua berupa barang bukti dan tersangka kasus kondensat ke Kejaksaan Agung pada 31 Januari 2020. Berkas perkara tersebut diserahkan langsung kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang telah ditunjuk oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Sejak Mei 2015, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi kondensat ini. Mereka adalah Raden Priyono, Djoko Harsono, dan Honggo Wendratno. Raden Priyono dan Djoko Harsono sudah diamankan.
Sementara Honggo Wendratno belum ditahan, dan terakhir kali diketahui menjalani perawatan kesehatan pascaoperasi jantung di Singapura. Namun, Singapura melalui Akun Facebook Kedutaan Besar Singapura untuk Indonesia membantah keberadaan Honggo di Singapura. Kepolisian pun sudah mengajukan Red Notice pada Interpol untuk mencari Honggo.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka adalah Tindak Pidana Korupsi Pengolahan Kondensat Bagian Negara. Mereka dinilai melawan humum karena pengolahan itu tanpa dilengkapi kontrak kerjasama, mengambil dan mengolah serta menjual kondensat bagian negara yang merugikan keuangan negara. Sebagaimana telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI, negara dirugikan sebesar 2,716 miliar dollar AS. Jika dikonversi ke rupiah, nilainya sekitar Rp 35 triliun.