REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rumah produksi Palari Films mengangkat novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas ke layar lebar. Palari Films menggandeng sutradara Edwin yang dikenal melalui film Posesif dan Aruna dan Lidahnya untuk menggarap film tersebut.
Edwin menjadikan dunia maskulinitas yang kental dalam novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas sebagai pondasi dalam pembuatan film. Kebetulan, Edwin mengatakan sangat kenal dengan dunia maskulinitas dan relasi kekuasaan yang digambarkan Eka Kurniawan.
“Yang jelas, ada hal tak ideal yang ingin kita kritik. Maskulinitas dan relasi kekuasaan memanipulasi manusia di buku itu, itu yang jadi pondasi film,” ujar Edwin dalam konferensi pers di Kinosaurus, Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (18/2).
Dia ingin mempertahankan semangat dan ruh pembaca seperti saat pertama kali membaca buku Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, yakni buku penuh visual yang menegangkan. Ada sisi bermain yang menarik baginya sebagai pembuat film untuk mengeksplorasi novel.
Sejauh ini, Edwin mengatakan, tantangan pembuatan film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas adalah memvisualkan novel yang memang seolah sudah memiliki 'penampakan visual'. Edwin mengatakan cerita dalam buku sangat memudahkan pembaca memvisualkan ceritanya.
“Dari awal, novelnya memang sudah visual. Membaca novelnya bisa mengundang pembaca untuk mudah memvisualkan ceritanya,” kata sutradara Edwin
Namun yang menurutnya menarik, penulis Eka Kurniawan mampu menggambarkan sebuah dunia yang seperti nyata, tetapi digabung unsur yang sifatnya memori dan fantasi. Karena itu, tantangan pembuatan film adalah bagaimana dunia real merespon imajinasi yang menarik dalam novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas itu.
“Bagaimana kita bisa mengajak penonton, kalau di buku mengundang pembaca mudah, tapi di film kan memang ada gambar, jelas. Jangan sampai terhenti reality dan mengajakan bermain secara imajinasi,” tutur Edwin.