Rabu 19 Feb 2020 19:03 WIB

Agus Rahardjo Dkk Minta Presiden Dihadirkan di Sidang MK

Presiden diminta untuk memberikan keterangan terkait uji formil revisi UU KPK.

Saksi ahli dari pemohon Zainal Arifin Mochtar memberikan keterangan dalam sidang uji formil UU KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Foto: GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO
Saksi ahli dari pemohon Zainal Arifin Mochtar memberikan keterangan dalam sidang uji formil UU KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Laode M. Syarif, Saut Situmorang, dan sejumlah pegiat antikorupsi meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan Presiden Joko Widodo di persidangan. Presiden diminta untuk memberikan keterangan terkait perkara uji formil revisi UU KPK.

"Apakah memungkinkan perkara nomor 79 meminta Mahkamah menghadirkan presiden di ruangan ini karena banyak persoalan yang saya rasa tidak bisa dijawab perwakilan dan harus dijawab Presiden langsung," ujar kuasa mantan pimpinan KPK dan pegiat antikorupsi, Kurnia Ramadhana, dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/2).

Baca Juga

Dalam kesempatan tersebut, ahli yang dihadirkan pemohon, akademisi hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Muchtar pun menuturkan menteri tidak dapat mengaku sebagai presiden, apalagi dalam tahapan persetujuan rancangan undang-undang. Ia mengaku ragu Presiden Jokowi mengetahui hal-hal yang terjadi dalam proses pembahasan hingga pengesahan karena diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

"Makanya menurut saya, dipanggil, didengar keterangannya apa sebab musabab Presiden tidak menandatangani. Harusnya ada penjelasan itu, apa karena tidak setuju isinya, atau kalau, misalnya, aspirasi masyarakat menolak tidak menandatangani?" ujar Zainal.

Menanggapi permintaan tersebut, Ketua MK Anwar Usman menuturkan keputusan mengundang Presiden Jokowi ke dalam sidang akan ditentukan dalam rapat permusyawarahan hakim (RPH).

"Yang diminta hadir sebenarnya Presiden, tetapi sudah dikuasakan. Menurut undang-undang bisa memberi kuasa kepada menterinya. Usulan tambahan kuasa pemohon akan dirapatkan lagi dalam RPH nanti, lihat urgensinya," tutur anwar Usman.

Adapun pemohon dalam permohonannya mempertanyakan keabsahan secara prosedural pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Para pemohon menilai pembentukan UU KPK tidak sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

photo
Singkatnya Revisi UU KPK

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement