Rabu 19 Feb 2020 21:12 WIB

Pemerintah Libya Batal Ikut Perundingan Damai PBB di Jenewa

Perundingan Jenewa semula bertujuan ciptakan genjatan senjata di Libya.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Nashih Nashrullah
Perundingan Jenewa semula bertujuan ciptakan genjatan senjata di Libya. Pusat penahanan migran di Tajoura, di timur Tripoli, Libya hancur karena serangan udara, Rabu (3/7).
Foto: AP Photo/Hazem Ahmed
Perundingan Jenewa semula bertujuan ciptakan genjatan senjata di Libya. Pusat penahanan migran di Tajoura, di timur Tripoli, Libya hancur karena serangan udara, Rabu (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI – Pemerintah Libya yang diakui internasioanl, Government of National Accord (GNA) mengatakan, pihaknya menangguhkan keikutsertaannya dalam negosiasi damai yang diselenggarakan PBB di Jenewa. Hal ini diungkapkan beberapa jam setelah serangan terbaru oleh pasukan komandan militer Khalifa Haftar di pelabuhan ibu kota, Tripoli.

Dalam sebuah pernyataan Selasa (18/2) malam waktu setempat, dewan presiden dari GNA mengatakan, akan menanggapi tegas serangan tersebut pada waktu yang tepat. Sebelumnya perwakilan GNA dan Libyan National Army (LNA) Haftar telah memulai perundingan tak langsung. Perundingan itu bertujuan untuk menciptakan gencatan senjata yang abadi di sana.

Baca Juga

Rekaman foto yang diunggah secara daring menunjukkan asap hitam tebal membumbung tinggi dari pelabuhan, pintu gerbang utama untuk pengiriman makanan, bahan bakar, gandum, dan impor lainnya. Perusahaan minyak negara, National Oil Corporation (NOC) mengatakan, pihaknya segera mengevakuasi semua kapal tanker bahan bakar dari fasilitas itu pascaserangan rudal menghantam.

"Serangan hari ini di pelabuhan Tripoli menyebabkan bencana kemanusiaan dan lingkungan," ujar Ketua NOC Musafa Sanalla. "Kota ini tidak memiliki fasilitas penyimpanan bahan bakar operasional sehingga konsekuensinya akan segera; rumah sakit, sekolah, pembangkit listrik dan layanan vital lainnya akan terganggu," katanya sebagaimana dilansir Aljazeera.

Serangan baru ini terjadi ketika lima perwakilan militer dari GNA dan lima lainnya dari LNA berkumpul di Jenewa. Pertemuan ini lebih dari seminggu setelah kedua belah pihak mengakhiri negosiasi putaran pertama tanpa mencapai kesepakatan yang akan membantu mengakhiri pertempuran di Tripoli.

Dalam perundingan putaran sebelumnya, misi PBB mengatakan, terdapat konsensus luas antara kedua pihak mengenai urgensi bagi Libya menjaga kedaulatan dan integritas wilayah negara itu. Selain itu kedua belah pihak harus menghentikan aliran milisi non-Libya dan mengirim mereka ke luar negeri.

Libya, negara yang kaya minyak ini terpecah antara faksi yang bersaing dan milisi sejak mantan pemimpin Libya Muamar Gaddafi digulingkan dan dibunuh selama pemberontakan yang didukung NATO pada 2011. 

Saat ini Libya terbagi antara dua pemerintahan saingan, yakni GNA yang berbasis di Tripoli dan LNA dimpimpin Haftar di kota timur Tobruk yang mengontrol ladang minyak utama dan terminal ekspor. Setiap pemerintahan didukung oleh berbagai negara asing.

Sebelumnya, kepala misi PBB Libya, Ghassan Salame menyebut serangan pelabuhan terbaru dikategorikan pelanggaran besar dari gencatan senjata yang rapuh  dan berulang kali dilanggar. Gencatan senjata ditengahi oleh Rusia dan Turki pada 12 Januari sebagai bagian dari upaya untuk mmengubah zona pertempuran bagi ibu kota.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement