REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Otoritas di Kashmir wilayah India menindak pengguna aplikasi jaringan pribadi virtual (VPN). Polisi menyatakan, keputusan ini dilakukan sebagai upaya lebih luas dalam memadamkan keresahan atas keputusan penarikan otonomi daerah.
"Kami telah mengidentifikasi 100 pengguna media sosial dan sedang dalam proses mengidentifikasi lebih banyak pengguna untuk penyalahgunaan media sosial, untuk menyebarkan propaganda anti-India," kata Kepala Polisi Siber Kashmir Tahir Ashraf.
Dilansir Reuters, jaringan sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan Instagram masih diblokir, bahkan setelah pemerintah memulihkan layanan data seluler terbatas dan internet di Kashmir. Untuk bisa mengakses aplikasi tersebut, penduduk menggunakan VPN atau server proxy.
Melalui VPN, pengguna dapat merutekan koneksi data ponsel cerdas atau laptop melalui server pribadi alih-alih jaringan penyedia layanan internet lokal. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk mengakses situs-situs yang diblokir secara lokal.
Polisi mengatakan, banyak pengguna VPN berusaha menyebarkan masalah di Kashmir dan bertanggung jawab untuk menghadapi tindakan. Petugas keamanan pun telah mengajukan kasus terhadap pengguna media sosial yang menggunakan server proxy untuk mengakses jaringan pesan dan membangkitkan propaganda anti-India.
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi mencabut hak istimewa khusus Kashmir yang mayoritas Muslim pada Agustus. Keputusan itu diklaim sebagai upaya untuk mendekatkan kawasan tersebut ke India dan mengakhiri pemberontakan 30 tahun.
Tapi, dalam praktiknya, India menahan ratusan orang dan memberlakukan pemadaman komunikasi. Pemerintah mengatakan, tindakan itu diperlukan untuk mencegah orang mengorganisir protes. Dwina Agustin