Rabu 19 Feb 2020 23:33 WIB

Corona Ancaman Serius Indonesia

Corona ancaman riil ekonomi Indonesia.

Virus corona jenis baru atau Covid-19.
Foto: Republika
Virus corona jenis baru atau Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom INDEF Dradjad Wibowo mengatakan wabah covid-19 atau dikenal dengan virus corona, jelas  akan membuat ekonomi Indonesia makin melambat.  Pemerintah perlu segera melakukan langkah antisipasi untuk mengantisipasi sejumlah ancaman efek corona.

"Negara tetangga seperti Singapura sudah memangkas proyeksi pertumbuhannya dari 1,5 persen dengan selang 0,5-2,5 persen, menjadi 0,5 persen dengan selang -0,5 s/d 1,5 persen,” kata Dradjad kepada republika.co.id, Rabu (19/2).

Pemangkasan ini, menurut Dradjad, merupakan pemangkasan yang sangat signifikan, karena mencapai 2/3 dari proyeksi awal. Lebih signifikan lagi, Singapura memasukkan resesi ke dalam skenarionya.

Bagaimana dengan Indonesia?. Dradjad mengatakan pemerintah belum melakukan revisi asumsi APBN 2020. Padahal menurutnya, revisi ini perlu dilakukan karena asumsi pertumbuhan APBN diyakini bakal meleset. "Mari kita lihat dua skenario. Pertama, Indonesia sama sekali tidak terkena wabah covid-19. Indonesia terkena dampak langsung melalui perdagangan dengan China,” kata Dradjad.

Disebutkannya, hingga September 2019, impor Indonesia dari China sekitar 32,3 milyar dolar AS, dng ekspor 18,4 milyar dolar AS. Nilai tahunannya sekitar  43-45 milyar dolar AS impor dan 23-25 milyar dolar AS ekspor. Defisitnya sekitar 20-22 milyar dolar AS.

Barang yang diimpor impor Indoensia antara lain mesin-mesin, pesawat mekanik, kendaraan, spare parts, plastik, barang dari plastik, besi,  baja dan benda-benda dari besi baja, perabotan dan penerangan rumah, mesin dan peralatan listrik, bahan kimia hingga tekstil dan produk tekstil.

"Karena karantina dan peliburan pegawai, pabrik-pabrik di China tutup selama berminggu-minggu.  Jelas produksi di China terhenti sehingga mengganggu rantai supply ke seluruh dunia termasuk Indonesia,” ungkap politikus PAN ini.

Efeknya, kata Dradjad, barang-barang impor deri China menjadi langka dan harganya pun mahal. Jelas ini akan mengganggu produksi Industri nasional. Inflasi pun akan naik sementara daya beli konsumen terganggu karena harga jadi mahal. "Pasar Tanah Abang, misalnya, bisa ikut terdampak,” papar Dradjad.

Lalu dari sisi ekspor, lanjut Dradjad, Indonesia menjual ke China beragam produk mentah, primer dan industri seperti karet, barang dari karet, tembaga, kayu dan barang dari kayu, ikan, udang, kapas, lemak dan minyak nabati hingga alas kaki, plastik dan barang plastik, bijh, kerak dan abu logam, pulp, kertas dan karton, bahan dan produk kimia.

"Karena ekonomi China anjlok, permintaan terhadap barang-barang tersebut juga anjlok. Kita bisa melihat mulai dari petani hingga industri besar bakal terdampak,” kata Dradjad. Itu dampak langsung melalui perdagangan. Belum lagi melalui pariwisata dan investasi.

Bagaimana jika Indonesia ikut terkena wabah?. Dradjad mengatakan BPJS bakal semakin besar defisitnya. Produksi dan konsumsi semakin terpukul karena karantina sangat merusak lalu lintas barang dan orang. Pariwisata domestik terpukul. Belanja pemerintah dan aktifitas pembangunan bakal terganggu.

Di sisi lain, menurut dia, kapasitas rumah sakit terbatas sementara keuangannya terganggu tunggakan BPJS. "Sekarang saja masker sudah langka dan mahal. Bagaimana dengan kondisi obat-obatan, perlengkapan medis dan tempat tidur rumah sakit jika Indonesia terkena wabah? Jelas akan sangat berat dampaknya,” paparnya.

Tapi untuk saat ini semua negara di luar China masih memakai skenario “tidak terkena wabah”. Singapura yang menjadi negara dengan jumlah kasus terbesar di luar China juga masih memakai skenario “tidak terkena wabah”. "Jadi, dengan asumsi Indonesia tidak terkena wabah, yang realistis proyeksi pertumbuhan adalah 4,3 - 4,8 persen,” kata Dradjad.

Dengan kondis itu, Dradjad mengatakan hal yang penting dilakukan adalah secara intelijen dan keamanan, wabah covid-19 dari China ini sudah menjadi ancaman terhadap pertahanan keamanan nasional. Jadi pemerintah perlu memperkuat semua lini pertahanan, khususnya sektor kesehatan dan rumah sakit. Sehingga Indonesia tidak terkena wabah.

"Kalau kasus sporadis memang tidak bisa dihindarkan. Tapi kampanye cuci tangan, menjaga kebersihan dan sebagainya perlu digencarkan. Rumah sakit perlu dibantu agar alkes nya tercukupi. Jangan malah terbebani tunggakan BPJS. Tujuannya: jangan sampai Indonesia terkena wabah,” papar Dradjad..

Selain itu, Pemerintah perlu mengambil kebijakan kongkret untuk meminimalisasi dampak wabah covid-19 di China. Salah satunya adalah melalui revisi APBN 2020 agar asumsi dan posturnya kredibel. Bagaimana pelaku usaha percaya pemerintah bisa memberi insentif fiskal dan sebagainya jika mereka malah meyakini penerimaan APBN bakal jeblok lagi?

"Pemerintah perlu fokus pada instrumen yanh memang di bawah kendali pemerintah dan efektif. Misalnya melalui belanja APBN yang bisa menopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga,” ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement