REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW— usia pada Rabu (19/2) menyatakan bahwa operasi militer Turki terhadap pasukan pemerintah Suriah di wilayah Idlib akan menjadi skenario terburuk.
Sebelumnya pada Rabu, Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan pelaksanaan operasi militer di wilayah itu "tinggal menunggu waktu".
Pernyataan itu ia keluarkan setelah pembicaraan dengan Rusia tentang Idlib tidak memenuhi tuntutan Turki.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan kepada para wartawan bahwa Moskow sangat menentang operasi semacam itu.
Namun, katanya, Rusia dan Ankara akan terus menjalin kontak untuk mencegah ketegangan di Idlib semakin meningkat.
Idlib, termasuk sebagian dari Provinsi Aleppo yang bertetangga, adalah rumah bagi sekitar tiga juta orang. Setengah dari penduduk di sana telah mengungsi akibat gempuran serangan yang dilancarkan Suriah dan Rusia. Idlib adalah satu-satunya wilayah yang masih dikuasai kelompok oposisi bersenjata Suriah.
Presiden Suriah Bashar al-Assad telah menegaskan pemerintahannya bertekad menguasai kembali seluruh wilayah Suriah. "Rakyat Suriah bertekad untuk membebaskan semua wilayah Suriah," kata Assad setelah melangsungkan pertemuan dengan Ketua Parlemen Iran Ali Larijani pada Ahad (16/2), seperti dilaporkan kantor berita Suriah, Syrian Arab News Agency atau SANA.
Menurut Assad, kelompok oposisi bersenjata di Idlib telah memanfaatkan penduduk sipil di sana untuk dijadikan perisai manusia. Tujuannya tak lain agar mereka dapat menghadapi dan menghentikan masuknya pasukan pemerintah ke wilayah tersebut.
Larijani menyatakan dukungan negaranya kepada Pemerintah Suriah dalam menghadapi pasukan oposisi bersenjata akan terus berlanjut. Selain Rusia, Iran diketahui telah menjadi sekutu penting pemerintahan Assad dalam konflik di negara tersebut.