REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Arsul Sani mengatakan, pasal-pasal yang berada dala RUU Ketahanan Keluarga belum tentu disahkan. Sebab, ada sejumlah poinnya dinilai kontroversial di masyarakat.
"Belum tentu juga kemudian menjadi usulan dari pengusul itu yang akan kemudian menjadi bunyi kalau UU disahkan," ujar Arsul di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (19/2).
Menurutnya, RUU Ketahanan Keluarga memang memuat sejumlah pasal kontroversial. Beberapa di antaranya seperti pasal yang mengatur kewajiban istri dan terkait penyimpangan seksual.
"Misal terkait dengan peran wanita, kewajiban istri, nah itulah yang saya kita pertemukan. Itu kan baru usulannya dari pengusul," ujar Arsul.
Karena itu, ia meminta semua pihak untuk menghormati diusulkannya RUU tersebut. DPR juga dipastikan akan mengkritisi pasal-pasal yang dinilai kontroversial dan meminta pendapat sejumlah lembaga atau LSM terkait.
"Paling penting itu tadi buat saya ruang konsultasi, ruang partisipasi publik harus dibuka sebab kalau kita bicara aspirasi," ujar Arsul.
Ada 146 pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga, salah satu yang dipermasalahkan terkait penyimpangan seksual. Dalam bab penjelasan, ada empat perbuatan yang dikategorikan sebagai penyimpangan, di antaranya ialah homoseksualitas atau hubungan sesama jenis, juga sadisme, masokisme, dan inses.
Pasal 86 menyebutkan: "Keluarga yang mengalami krisis keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota keluarganya kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan."
Sedangkan pasal 87 menyebut: "Setiap orang dewasa yang mengalami penyimpangan seksual wajib melaporkan diri kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan."
Adapun, Pasal 25 ayat (3) menybut kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang istri, yakni:
a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. menjaga keutuhan keluarga; serta
c. memperlakukan suami dan Anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan Anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.