REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan entitas anak membukukan laba bersih setelah pajak sebesar Rp 28,61 triliun sepanjang 2019. Capaian tersebut tumbuh 10,5 persen dibandingkan tahun 2018 yang mencapai Rp 25,9 triliun.
"Kinerja usaha BCA tetap solid di tengah konsumsi domestik yang moderat dan ketidakpastian global yang masih berianjut," kata Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmajda di Jakarta, Kamis (20/2).
Menurut Jahja, pertumbuhan laba ini ditopang oleh transaksi perbankan dan penyaluran kredit. Sehingga, total kredit meningkat 9,5 persen menjadi Rp 603,7 triliun serta dana giro dan tabungan (CASA) dapat tumbuh 9,9 persen mencapai Rp 532 triliun.
Jahja menjelaskan CAS pada tahun lalu berkontribusi sebesar 75,5 persen dari total dana pihak ketiga (DPK) pada Desember 2019. Jumlah rekening DPK sendiri menunjukkan tren peningkatan sebesar 14,2 persen dan hampir mencapai 22 juta rekening pada akhir 2019 melalui layanan pembukaan rekening daring maupun di cabang.
Sementara itu, deposito mengalami pertumbuhan sebesar 14,4 persen atau mencapai Rp 172,8 triliun. Sehingga pada akhir tahun, total DPK tumbuh sebesar 11 persen menjadi Rp 704,81 triliun.
Di sisi pendapatan, BCA membukukan pertumbuhan pendapatan operasional sebesar 13,6 persen menjadi Rp 71,6 triliun. Pertumbuhan ini didukung oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 12,1 persen menjadi Rp 50,8 triliun dan pertumbuhan pendapatan operasional lainnya sebesar 17,5 persen menjadi Rp 20,8 triliun.
Sedangkan di sisi biaya, beban operasional meningkat 11,2 persen menjadi Rp 30,7 triliun, sehingga rasio cost to income (CIR) tercatat sebesar 43,7 persen. Rasio kecukupan modal (CAR) dan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) tercatat pada level yang sehat masing-masing sebesar 23,8 persen dan 80,5 persen.