Kamis 20 Feb 2020 19:14 WIB

Perkembangan Tarekat Syattariyah (1)

Perkembangan tarekat Syattariyah tumbuh di luar Arab.

Jamaah pengikut Tarekat Syattariyah di Sumatra Barat.
Foto: Antara
Jamaah pengikut Tarekat Syattariyah di Sumatra Barat.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Tarekat Syattariyah tumbuh di luar Jazirah Arabia. Tepatnya, di anak benua India. Tarekat ini berkembang pesat di India, Makkah, hingga Indonesia. John L Esposito dalam Ensiklopedi Dunia Islam Modern, mencatat bahwa tarekat ini berada di garis aliran sufi Taifuriyah, Bisthamiyah, dan Isyqiyah.

Taifuriyah dinisbatkan kepada Muhammad Arif Taifuri yang merupakan guru spiritual Abdullah Syattari (pendiri Tarekat Syattariyah). Bishtamiyah dinisbatkan kepada Abu Yazid al-Busthami, mahaguru para sufi.

Baca Juga

Sedangkan, Isyqiyah merujuk kepada tokoh utamanya, Abu Yazid al-Isyqi. Oleh karena itu, Tarekat Syattariyah dikenal di Turki dengan nama Tarekat Bisthamiyah; di Iran dan Asia Tengah dikenal dengan Tarekat Isyqiyah; sedangkan di Indonesia lebih populer dengan sebutan Tarekat Syattariyah.

Gelar Syattari di belakang nama pendiri tarekat ini (Abdullah Syattari) konon diberikan oleh Muhammad Arif Taifuri kepada muridnya itu. Syattari merupakan gelar penghargaan atas kemampuan Abdullah menempuh tahapan-tahapan sufi dengan sangat cepat.

Kata syattari itu seakar dengan kata syuttari, bentuk jamak dari kata syatir yang berarti cerdas atau sangat ahli. Dengan demikian, pemberian gelar itu kepada Abdullah menunjukkan keistimewaannya dan kedalaman spiritualitasnya.

Sejarah perjalanan Tarekat Syattariyah mencatat nama Muhammad Ghaus sebagai tokoh penting dalam tarekat ini. Ghaus adalah generasi keempat dari Abdullah Syattari. Ia sempat diusir dari India oleh penguasa. Ia menuju ke Gujarat dan mengajarkan Tarekat Syattariyah di sana.

Akan tetapi, sang mursyid begitu berminat pada praktik yoga sehingga mengundang kecaman luas dari ulama-ulama di Gujarat. Tidaklah mengherankan, kata Esposito, tarekat ini merupakan aliran sufi yang banyak dipengaruhi oleh praktik-praktik ritual masyarakat India.

Akan tetapi, murid Ghaus, Syah Wajihuddin, yang menggantikannya, menghapus praktik-praktik yoga yang dikembangkan gurunya itu. Wajihuddin melarang murid-muridnya mempraktikkan yoga. Sebagai gantinya, ia mendasarkan Tarekat Syattariyah pada syariat Islam. Bahkan, mendekatkan tarekat ini kepada Tarekat Qadiriyah.

sumber : Harian Republika
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement