REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hal yang berbeda justru terjadi di Indonesia. Tarekat Syattariyah dikembangkan sesuai dengan ajaran Ahlussunah wa al-Jamaah. Oleh karena itu, tarekat ini diakui sebagai salah satu tarekat muktabaroh atau tarekat yang absah di Indonesia.
Tarekat Syattariyah di Indonesia berasal dari Makkah, tidak dari India. Adalah Syekh Abdurrauf Singkili yang membawa tarekat itu pertama kali ke Aceh. Sebelumnya, Abdurrauf dibimbing oleh Syekh Ahmad al-Qusyasyi di Makkah selama 19 tahun.
Setelah sang guru wafat, Abdurrauf kembali ke Aceh dan mengajarkan tarekat itu hingga berkembang ke seluruh nusantara. Di antara murid-murid beliau adalah Burhanuddin dari Pesantren Ulakan, Sumatra Barat; Abdul Muhyi dari Tasikmalaya, Jawa Barat; dan Yusuf Tajul Khalwati dari Sulawesi Selatan.
Perkembangan Tarekat Syattariyah
a. Abad ke-15, Tarekat Syattariyah didirikan di India oleh Syekh Abdullah Syattari. Konon, ia merupakan keturunan Syihabuddin al-Syuhrawardi (wafat 1244 M). Syekh Syattari wafat pada 1485 dan digantikan oleh putranya, Abu al-Fath Hadejatullah Sarmast.
b. Abad ke-16, Tarekat Syattariyah dibawa ke Gujarat oleh Muhammad Ghaus (keturunan Abdullah Syattari keempat). Usahanya tersebut dilanjutkan oleh muridnya bernama Syah Wajihuddin hingga akhir abad ke-16.
c. Tahun 1606, tarekat ini dibawa ke Tanah Suci oleh Shibghatullah bin Ruhullah, murid Syah Wajihuddin. Shibghatullah mendirikan Zawiyyah (tempat untuk berzikir para sufi) di Madinah. Di Tanah Suci itulah, Tarekat Syattariyah dikenalkan dengan bahasa Arab oleh murid-murid Shibghatullah, salah satunya Syekh Ahmad al-Qusyasyi.
d. Tahun 1661, Syekh Ahmad al-Qusyasyi meninggal dunia dan digantikan oleh muridnya, Ibrahim al-Kurani (wafat 1689) asal Turki. Kedua mursyid Tarekat Syattariyah itu merupakan guru Abdurrauf Singkili yang kemudian mengembangkan Tarekat Syattariyah di Indonesia pada abad ke-17.
e. Tahun 1662 (menurut data John L Esposito) dan tahun 1665 (menurut data Ahmad Syafii Mufid), Syekh Abdurrauf as-Singkili pulang ke Aceh dan mulai menyebarkan Tarekat Syattariyah. Ia diterima dengan sangat baik oleh pihak Kerajaan Aceh. Bahkan, tarekat ini menyebar dengan dukungan keluarga istana.
f. Tahun 1693, Syekh Abdurrauf meninggal dunia dan dimakamkan di Kuala Aceh. Sampai sekarang, makamnya sering diziarahi penganut tarekat dari wilayah nusantara. Syekh Abdurrauf dikenal pula dengan nama Tengku di Kuala atau Syah di Kuala. Sekarang, nama itu diabadikan menjadi nama sebuah universitas di Banda Aceh, yaitu Universitas Syah Kuala.