REPUBLIKA.CO.ID, Bantaran Kali Ciliwung yang tidak jauh dari Stasiun Manggarai, tepatnya di Jalan Manggarai Utara 2, Jakarta Selatan, terlihat padat dengan banyaknya bangunan yang terbuat dari kayu-kayu dan seng. Bangunan semipermanen itu dihuni oleh ratusan warga yang sebagian besar merupakan perantau dari luar DKI Jakarta.
Salah satunya adalah, Nurmayanti. Perempuan asal Pekalongan, Jawa Tengah ini mengaku sudah bermukim di wilayah tersebut selama kurang lebih 10 tahun. Ia merantau ke Ibu Kota dengan harapan dapat menggantungkan hidup yang lebih baik lagi.
Di rumah yang sebagian besar terbuat dari kayu dan triplek itu ia tempati bersama sang suami dan seorang buah hati hasil pernikahan mereka yang saat ini berusia enam tahun. Rumah tempat ia bernaung itu memiliki ukuran 4x4 meter dan memiliki bentuk seperti rumah panggung.
Di dalam ruangan yang cukup lapang itu terdapat sebuah kasur yang dia gunakan untuk beristirahat melepas lelah bersama keluarganya. Tidak ada sofa ataupun meja makan di ruangan itu. Hanya ada sebuah kipas angin dan lemari baju kecil yang terbuat dari plastik.
Di sudut kanan ruangan, ia tata menjadi sebuah dapur kecil, terlihat sebuah kompor dua tungku dan rak piring tertata cukup rapi. Di sebelah rak itu, ada sebuah ember plastik tempat meletakkan peralatan makan ataupun memasak yang masih kotor setelah digunakan.
“Biasanya kalau mau cuci piring atau baju gitu dibawa ke bawah. Soalnya di atas sini enggak ada tempat nyuci,” tutur perempuan yang akrab disapa Nurma ini.
Nurma mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya sehari-hari, ia menggunakan air pompa. Sementara itu, untuk mandi ataupun buang air, dia bersama warga lainnya menggunakan kamar mandi umum yang terdapat di lingkungan tempat ia tinggal. Ada dua kamar mandi umum yang dapat digunakan secara bergantian oleh sekitar 15 hingga 20 orang.
Sehari-hari Nurma berjualan gorengan di depan gang rumahnya. Sementara itu, sang suami bekerja sebagai pengemudi ojek daring. Nurma bercerita, saat hujan terus-menerus mengguyur Jakarta, lingkungannya akan terendam banjir.
Dia mengatakan, saat awal tahun 2020 DKI Jakarta terendam banjir, wilayah tempat dia tinggal pun turut merasakan hal yang sama. Namun, beruntung posisi rumahnya yang berada di lantai dua, perabotan rumah tangganya tidak ada yang rusak ataupun terendam banjir. “Waktu itu banjirnya hampir satu meter,” ujar dia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki rencana menormalisasi bantaran Kali Ciliwung agar dapat meminimalisasi banjir ketika curah hujan meningkat. Salah satunya adalah wilayah tempat Nurma bermukim saat ini.
Perempuan berusia 34 tahun itu mengaku siap dan menerima jika sewaktu-waktu rencana itu dilakukan dan membuat dirinya harus pindah atau direlokasi. Menurut Nurma, tidak masalah jika pemerintah sudah menyiapkan tempat khusus bagi warga yang tergusur akibat adanya normalisasi tersebut.
“Di mana saja lokasinya enggak masalah, yang penting akses ke sana ke marinya mudah dan saya tetap bisa jualan,” tutur Nurma.
Hal serupa juga disampaikan Daus Manca. Pekerja konveksi di bantaran Kali Ciliwung, Manggarai, Jakarta Selatan ini mengaku siap jika harus diminta untuk pindah ke tempat lain karena adanya normalisasi kali. “Tapi, kalau harus pindah, saya belum tahu juga mau ke mana,” ucap laki-laki asli Betawi itu.
Wali Kota Jakarta Selatan Marullah mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan untuk menormalisasi bantaran Kali Ciliwung. Marullah menyebut, dalam kebijakan itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam hal ini, Dinas Sumber Daya Air (SDA), memiliki tugas terkait pembebasan lahan-lahan yang ada di bantaran Kali Ciliwung.
Marullah mengatakan, ada beberapa wilayah yang sudah ada penunjukan lokasi (penlok). Untuk wilayah Jakarta Selatan, jelas Marullah, mulai dari Tanjung Barat, Pejaten Timur, Rawa Jati, Pengadegan, Kebon Baru, hingga Manggarai dekat pintu air.
“Tapi, detailnya saya enggak punya. Detailnya di teman-teman Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta,” kata Marullah.
Sementara itu, keterlibatan Pemerintah Kota Jakarta Selatan dalam kebijakan itu adalah menyelamatkan warga secara darurat. Misalnya, dalam kondisi air Kali Ciliwung meluap.
“Kita sih membantu saja mereka mengukur trase-nya, penloknya gitu ya sudah ada tinggal trase ukur, kita fasilitasi. Lurah sama camat kita biasa ikut,” ujar dia menambahkan.