Kamis 20 Feb 2020 21:15 WIB

YAICI Meminta Konsumsi Minuman Gula Tinggi Dikendalikan

YAICI menilai minuman gula tinggi membahayakan kesehatan khususnya anak-anak

Sosialisasi Bijak Mengonsumsi SKM. Ketua Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat menyampaikan paparan terkait susu kental manis (SKM) bersama Muslimat NU di Yogyakarta, Kamis (20/2).
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Sosialisasi Bijak Mengonsumsi SKM. Ketua Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat menyampaikan paparan terkait susu kental manis (SKM) bersama Muslimat NU di Yogyakarta, Kamis (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat mengatakan konsumsi minuman dengan kadar gula tinggi harus dikendalikan karena memiliki dampak negatif pada kesehatan.

"Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja di DPR telah mengajukan usulan pemungutan cukai untuk minuman dengan pemanis tinggi dan konsentrat dalam bentuk kemasan," ujar Arif dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (20/2).

Dia meminta pemerintah menganggap minuman dengan kadar gula tinggi dapat membahayakan kesehatan, sehingga harus dikendalikan konsumsinya."Bayangkan kalau minuman tinggi gula seperti kental manis di konsumsi anak, akan jauh lebih berbahaya”, tambah Arif.

Arif menggandeng sejumlah organisasi masyarakat dalam melakukan edukasi terhadap susu kental manis. Salah satunya dengan PP Muslimat NU dalam melakukan edukasi gizi dan cara bijak mengkonsumsi susu kental manis untuk masyarakat diberbagai daerah di Indonesia.

Selain untuk turut mendukung kampanye pemerintah melalui pembatasan gula garam lemak (GGL), juga sebagai tindak lanjut advokasi mengenai susu kental manis yang menjadi polemik sejak 2018 yang lalu, dengan ditemukannya balita gizi buruk yang mengkonsumsi susu kental manis sejak bayi, satu diantaranya meninggal.

Selain itu, survei YAICI juga menyebutkan sebanyak 97 persen ibu di Kendari dan 78 persen ibu di Batam memiliki persepsi bahwa susu kental manis adalah susu yang bisa di konsumsi layaknya minuman susu untuk anak.

BPOM akhirnya mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang label, iklan dan penggunaan susu kental manis yang tertuang pada PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, yaitu pada pasal 54 yang menyatakan bahwa susu kental manis bukan untuk anak di bawah 12 bulan serta pasal 67 point W dan X yang mengatur larangan pernyataan/ visualisasi yang menampilkan anak di bawah usia lima tahun.

"Kami mengapresiasi langkah BPOM tersebut dengan kebijakan yang telah ditetapkannya. Meski kami masih melihat terdapat celah-celah bagi produsen, namun kami berharap BPOM dapat lebih berpihak pada konsumen dan masyarakat. Oleh karena itu, YAICI bersama PP Muslimat dan mitra lainnya akan ikut serta mengedukasi masyarakat agar tidak lagi memberikan susu kental manis sebagai minuman anak dan juga aktif mengawal penerapannya oleh produsen, baik dari sisi label maupun iklan di televisi," kata dia.

Ketua Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial PP Muslimat NU, dr Erna Yulia Sofihara, mengatakan selama ini banyak konsep yang salah terutama pemahaman para ibu, bahwa kental manis dianggap susu padahal kandungan gulanya tinggi, susunya rendah.

"Jadi perlu hati-hati bila dikonsumsi anak. Sejatinya Kental manis adalah makanan tambahan," kata Erna.

Ketua Pengurus Wilayah Muslimat DIY, Hj Lutvia Dewi Malik SAg, menambahkan Muslimat NU sebagai organisasi perempuan terbesar di Indonesia yang memiliki kader jutaan di berbagai daerah akan memberikan edukasi tentang kandungan kental manis dan dampaknya pada anak.

"Kami mengimbau kader dapat menyampaikan kepada masyarakat bahwa kental manis lebih banyak kandungan gulanya yang bila dikonsumsi secara rutin dapat berdampak bagi kesehatan anak-anak kita," kata Lutvia. YAICI berkerja sama dengan PP Mulimat NU pada Kamis, menyelenggarakan acara “Sosialisasi Bijak Mengkonsumsi Susu Kental Manis” di Daerah Istimewa Yogyakarta.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement