REPUBLIKA.CO.ID, Kekayaan tak hanya diukur dengan banyaknya materi. Islam memberikan takaran dan pemaknaan tersendiri tentang hakikat kekayaan.
Menurut Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, jika manusia selalu memandang luasnya langit maka tidak ada hasrat yang mampu menghentikan nafsunya kecuali mati.
Dia menukilkan riwayat berikut:
ﻋَﻦْ ﻋَﻄَﺎءٍ، ﻗَﺎﻝَ: ﺳَﻤِﻌْﺖُ اﺑْﻦَ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﺭَﺿِﻲَ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ، ﻳَﻘُﻮﻝُ: ﺳَﻤِﻌْﺖُ اﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻘُﻮﻝُ: «ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻻِﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﻭَاﺩِﻳَﺎﻥِ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻝٍ ﻻﺑﺘﻐﻰ ﺛَﺎﻟِﺜًﺎ، ﻭَﻻَ ﻳَﻤْﻸَُ ﺟَﻮْﻑَ اﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﺇِﻻَّ اﻟﺘُّﺮَاﺏُ، ﻭَﻳَﺘُﻮﺏُ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺗَﺎﺏَ»
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Jika manusia memiliki dua jurang berisi uang maka ia akan mencari jurang berisi uang yang ketiga. Tidak ada yang dapat memenuhi perut manusia kecuali tanah. Dan Allah menerima tobat orang yang bertobat." (HR Bukhari)
“Ukuran kaya bukan seberapa banyak rumahnya, seberapa tinggi gedungnya, seberapa panjang mobil terparkir di garasinya,” kata Kiai Ma’ruf. Dia mengutip hadis berikut:
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ، ﻋَﻦِ اﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ: «ﻟَﻴْﺲَ اﻟﻐﻨﻰ ﻋَﻦْ ﻛَﺜْﺮَﺓِ اﻟﻌَﺮَﺽِ، ﻭَﻟَﻜِﻦَّ اﻟﻐِﻨَﻰ ﻏِﻨَﻰ اﻟﻨَّﻔْﺲِ»
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Hakikat kaya bukan dari banyaknya harta. Namun kekayaan hati." (HR Bukhari).
Lantas, kata Kiai Ma’ruf, apa yang dimaksud kaya hati? Yaitu ikhlas menerima pemberian dari Allah SWT setelah berusaha:
ﻭاﺭﺽ ﺑِﻤَﺎ ﻗَﺴَﻢَ اﻟﻠَّﻪُ ﻟَﻚَ ﺗَﻜُﻦْ ﺃَﻏْﻨَﻰ اﻟﻨَّﺎﺱِ
"Ridha Allah dengan pemberian Allah, maka kamu adalah hamba yang paling kaya." (HR Tirmidzi)
Kiai Maruf mengatakan, supaya selalu bersyukur lakukan hal berikut:
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ، ﻗَﺎﻝَ: ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ: «اﻧْﻈُﺮُﻭا ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻦْ ﺃَﺳْﻔَﻞَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ، ﻭَﻻَ ﺗَﻨْﻈُﺮُﻭا ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻦْ ﻫُﻮَ ﻓَﻮْﻗَﻜُﻢْ، ﻓَﻬُﻮَ ﺃﺟﺪﺭ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺗَﺰْﺩَﺭُﻭا ﻧِﻌْﻤَﺔَ اﻟﻠﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ»
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Lihatlah orang yang ada di bawah kalian. Dan janganlah melihat kepada orang yang di atas kalian. Hal itu lebih pantas untuk tidak meremehkan nikmat dari Allah kepada kalian." (HR Muslim)