REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Jalan-jalan di kota terbesar keempat di Korea Selatan (Korsel) sangat sepi. Warga memilih tetap di rumah setelah pemerintah kota mengumumkan ada penyebaran virus tersebut di sebuah gereja.
Wali Kota Daegu Kwon Young-jin memberitahu warga untuk tetap berada di dalam ruangan. Setelah 90 orang jemaat di salah satu gereja di kota itu menunjukkan gejala virus corona dan sudah puluhan kasus terkonfirmasi.
Gereja tersebut dihadiri seorang perempuan berusia 61 tahun yang positif virus corona, ia disebut 'Pasien 31'. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korsel mengatakan penyebaran di gereja itu 'peristiwa penyebaran super'.
"Kami sedang dalam krisis yang tak biasa, kami meminta mereka tetap berada di rumah yang terisolasi dari keluarga mereka," kata Kwon, Jumat (21/2), dilansir laman Reuters.
Situasi di mal-mal dan bioskop di Daegu yang berpopulasi 2,5 juta orang menjadi salah satu gambaran mencolok dampak dari virus corona di luar China. Organisasi internasional mencoba agar virus itu tidak menjadi pandemi global.
Penelitian terbaru yang menunjukkan virus ini semakin tangguh dari sebelumnya. Meningkatkan kewaspadaan pemerintah di banyak negara.
Di China virus tersebut sudah menewaskan lebih dari 2.100 jiwa dan menginfeksi hampir 75 ribu orang. Pemerintah China mengubah metodologi untuk melaporkan kasus infeksi. Memicu keraguan tentang data yang digunakan sebagai bukti strategi mereka dalam menahan penyebaran berhasil.
"Seperti ada seseorang yang menjatuhkan bom di tengah kota, ini terlihat seperti kiamat zombi," kata salah satu warga Daegu, Kim Geun-woo dalam menggambarkan kotanya.
Korsel sudah mengkonfirmasi 104 kasus flu yang gejalanya mirip virus corona. Mereka juga sudah melaporkan satu kematian yang disebabkan wabah itu.
Pemerintah China menunjukkan bukti adanya penurunan kasus baru. China berusaha memperlihatkan upaya mereka menahan penyebaran virus di Provinsi Hubei dan ibu kotanya Wuhan berhasil.
"Kami terdorong dengan tren ini tapi bukan waktunya berpuas diri," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di Jenewa. n Lintar Satria/Reuters