REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) mempertanyakan keputusan Kementerian Pertanian yang menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) hanya untuk 10 importir.
Wakil Ketua PPBN Mulyadi di Jakarta, Kamis mengatakan, ada 100 lebih importir yang telah melakukan wajib tanam bawang dan sudah mengajukan aplikasi permohonan sejak Nopember 2019 lalu, namun hingga kini belum ada yang diberikan RIPH.
"Malah justru yang dirilis RIPH nya importir yang tidak jelas keberadaanya dan kebanyakan perusahaan baru belum pernah mengimpor bawang putih," ujarnya melalui keterangan tertulis, Jumat (21/2).
Menurut dia, 10 importir yang telah menerima RIPH tersebut diduga bermasalah sebab diantaranya ada yang beralamat fiktif, ada yang di dalam mall seperti STC kantornya kecil, beberapa yang gudangnya tidak jelas dan banyak masalah lainnya.
Bahkan tujuh dari 10 importir kata Mulyadi sebagai importir pendatang atau baru muncul tanpa pengalaman sama sekali mengimpor bawang putih.
"Biarkan bawang putih RIPH nya dibuka lebar-lebar diberikan ke semua importir, jangan pilih kasih,” katanya.
Selain itu pihaknya meminta ada kepastian waktu terbitnya RIPH, jangan sampai setelah harga bawang di pasaran naik, rekomendasi impor baru diterbitkan.
Sebelumnya anggota Komisi IV dari Fraksi Golkar Alien Mus saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Mentan, Senin (17/2) lalu mempertanyakan dasar apa 13 importir diberikan RIPH, sebab sebagian dari para importir tersebut fiktif alamatnya, tidak memiliki gudang dan banyak sebagai perusahaan yang baru muncul.
Alien juga menyebutkan salah satu dari perusahaan yang memperoleh RIPH tersebut mendapatkan jatah kuota impor lebih banyak dari perusahaan lainnya.