REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto mempertanyakan langkah KPK menghentikan 36 perkara dugaan korupsi di tingkat penyelidikan. Sebab, ia mengatakan, penghentian memunculkan pertanyaan apa yang sedang terjadi di institusi tersebut.
"KPK sebagai garda terdepan menghadirkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi serta memerangi korupsi, keputusan KPK yg menghentikan penyelidikan atas 36 kasus dugaan korupsi ini cukup mengagetkan dan melahirkan tanda tanya besar, ada apa dengan KPK," kata Didik di Jakarta, Jumat (21/2).
Menurut dia, langkah KPK itu juga menimbulkan pertanyaan publik seperti apakah ada kesalahan fundamental dalam memberantas korupsi selama ini sehingga harus dihentikan. Pertanyaan lainnya, apakah ada indikasi tebang pilih dengan basis selera dan target sehingga tidak bisa dilanjutkan.
Karena itu, dia menilai apa yang dilakukan KPK tanpa disertai dengan penjelasan yang utuh akan membingungkan dan menimbulkan spekulasi besar di tengah masyarakat. "Bisa saja muncul spekulasi tentang ketidakhati-hatian KPK masa lalu dalam menangani kasus. Bisa juga muncul spekulasi dengan basis yang subyektif terhadap KPK saat ini," ujarnya.
Dia berharap KPK segera menjelaskan kepada publik secara terang dan utuh langkah serta keputusannya itu. Dengan demikian, penghentian tidak menimbulkan kegelisahan dan spekulasi publik terkait dengan upaya pemberantasan korupsi saat ini dan ke depan.
Didik mengatakan, dengan penjelasan yang utuh dan terang, masyarakat akan tergerak untuk bisa membantu memberikan masukan. Hal itu dapat menjadi bahan bagi KPK untuk mengevaluasi dan menentukan langkah-langkah progresif pemberantasan korupsi, dengan tetap menjunjung tinggi asas hukum, hak setiap warga negara termasuk HAM.
"Korupsi adalah musuh kita selamanya, korupsi harus diberantas hingga akar-akarnya, namun memberantas korupsi tidak boleh melanggar hak, melanggar hukum dan juga harus menjunjung tinggi HAM," ujarnya.
Selain itu dia juga mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi akan optimal apabila mendapatkan partisipasi dan dukungan publik. Sebaliknya, menurut dia, apabila rakyat sudah pesimis dan tidak percaya kepada aparat penegak hukumnya termasuk KPK, dikhawatirkan khawatir rakyat akan melakukan koreksi dengan cara mereka.
"KPK harus selalu menyadari bahwa pemberantasan korupsi selalu membutuhkan dukungan dan partisipasi rakyat, KPK tidak bisa berjalan sendiri dalam memberantas korupsi," katanya.