REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono mengingatkan, aksi 212 yang digelar di depan Istana Negara agar tak hanya sekadar menjadi aksi beramai-ramai untuk melakukan provokasi. Aksi 212 terkait masalah kasus mega korupsi ini harus disampaikan secara edukatif.
"Kalau memang mau demo apa yang menjadi keberatan, disampaikan ya secara edukatif juga. Bukan hanya sekadar ramai-ramai provokasi dan tawuran," ujar Dini kepada awak media di Gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta, Jumat (21/2).
Kendati demikian, ia mempersilakan digelarnya aksi 212 di depan Istana Negara itu. Menurutnya, aksi demonstrasi merupakan hak berpendapat setiap waraga negara.
"Itu kan hak konstitusional WN kan katanya ingin bersuara, memberikan pendapat, pasal 28 dsb-nya. Bagus-bagus aja, selama demonya bersubstansi," tambahnya.
Dia menyebutkan aksi demonstrasi yang digelar oleh masyarakat ini akan menjadi catatan bagi pemerintah. Dengan demikian, lanjutnya, pemerintah akan memberikan perhatian lebih terhadap isu yang tengah disoroti.
"Kalau mau demo nggak apa-apa, itu kan jadi catatan pemerintah bahwa oh ada ketidaksenangan nih, apa isunya. Kan bagus juga, harus menjadi pemerhati pemerintah," kata Dini.
Menurut Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF), Yusuf Muhammad Martak, aksi 212 ini akan menyuarakan masalah kasus mega korupsi yang menyangkut masyarakat banyak, nasabah, dan orang yang ingin menikmati dana pensiun.