REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengatakan, pemerintah akan mengkaji seberapa penting rancangan undang-undang (RUU) tentang ketahanan keluarga yang diusulkan oleh beberapa anggota DPR RI. Kiai Ma'ruf mengatakan, pemerintah juga akan melihat bagaimana tanggapan dan reaksi masyarakat.
"Kami dari Pemerintah tentu melihat seberapa urgensinya, seberapa DPR memberikan landasan berpikirnya, buat apa, kemudian juga bagaimana tanggapan dan reaksi masyarakat," kata Ma'ruf Amin di Istana Wapres Jakarta, Jumat (21/2).
Wapres mengatakan pihaknya akan meminta menteri-menteri terkait untuk mengkaji draf RUU tersebut, selain juga menanti tanggapan dari masyarakat. "Kami akan menugaskan menteri terkait untuk membahas RUU itu. Jadi kami hanya merespon saja, baik dari inisiatif itu sendiri maupun juga tentu dari pendapat atau opini publik. Dan kami belum memberikan pendapat seperti apa," ujarnya.
RUU Ketahanan Keluarga merupakan usulan anggota legislatif secara perorangan yang akan dimasukkan ke dalam Prolegnas 2020. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmah mengatakan pihaknya akan melakukan sinkronisasi sebelum memutuskan untuk melanjutkan pembahasan draf tersebut.
Draf RUU tentang ketahanan keluarga menuai pro dan kontra, khususnya terkait legalisasi norma-norma sosial menjadi pasal di undang-undang. Dalam draf RUU tersebut antara lain diatur tentang kewajiban suami dan istri. Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menilai RUU tersebut melegitimasi posisi perempuan sebagai kelompok di belakang sehingga mengabaikan hak asasi manusia (HAM).
"RUU Ketahanan Keluarga semestinya tidak tendensius. RUU ini mengabaikan HAM sekaligus melegitimasi posisi perempuan sebagai tiyang wingking (orang yang ada di belakang)," ujar politikus Partai NasDem tersebut.