Jumat 21 Feb 2020 17:23 WIB

Fatayat NU: RUU Ketahanan Keluarga Perlu Kajian Komprehensif

Jangan sampai RUU yang ada hanya pengulangan dari UU yang sudah ada.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Ermarini usai menghadiri peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-21 Pantai Kebangkitan Bangsa (PKB) di kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (23/7).
Foto: Republika/Nugroho Habibi
Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Ermarini usai menghadiri peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-21 Pantai Kebangkitan Bangsa (PKB) di kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) Anggia Erma Rini menilai RUU Ketahanan Keluarga perlu dikaji lebih komprehensif. Dia mengatakan, draf RUU masih mengandung pasal tersebut yang cukup kontroversial. 

"Muatannya bisa jadi tumpang tindih (redundant) dengan UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga," kata Anggia Erma Rini dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (21/2).

Menurutnya, isi dari RUU tersebut masih harus diperhatikan dan dicermati secara seksama lebih dalam lagi. Dia mengatakan, hal tersebut agar jangan sampai RUU yang ada hanya pengulangan dari UU yang sudah ada. "Selain itu, jangan juga sampai mengatur hal-hal yang tidak diperlukan," katanya.

Sejumlah isu yang menggelinding dari pasal-pasal yang termaktub dalam draf RUU di antaranya donor sperma dan ovum bisa dipidana, istri wajib mengurus rumah tangga dan suami, aturan kewajiban anak hormat ke ortu, serta individu LGBT dan keluarganya wajib lapor. Selain itu, ada juga pasal yang menjelaskan tentang empat jenis penyimpangan seksual semisal sadisme, masokisme, homoseks dan incest.

Dia mengatakan, sebenarnya sudah ada peraturan yang mengatur hal-hal tersebut yang kemudian dimasukan kembali ke dalam draf RUU ketahana keluarga. Dia mengungkapkan, misalnya saja seperti hukuman terhadap pelaku kekerasan dalam keluarga dan melindungi dari nilai-nilai asing yang tidak sesuai budaya Indonesia.

Secara pribadi, dia menilai RUU tersebut sebenarnya memiliki maksud dan rasionalitas yang cukup baik agar idealitas negara kuat berangkat dari keluarga yang kuat. Dia mengaku sepakat dengan konsep tersebut.

"Namun terkait RUU Ketahanan Keluarga, kajian komprehensif, relevansi dan potensi redundansi dengan UU 52/2009, serta pelibatan semua pihak untuk memberi masukan, mutlak diperlukan," ujar Anggia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement