REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang aparatur sipil negara (ASN) di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatra Barat (Sumbar) menggelapkan dana infak Masjid Raya Sumbar senilai Rp 862 juta. Sosiolog menilai, penyebabnya bukanlah karena kecilnya gaji, tapi karena minimnya pengawasan.
Guru Besar bidang Sosiologi Universitas Andalas, Afrizal, mengatakan, para ahli sudah lama mengkritik pernyataan yang menyebut bahwa penyebab korupsi itu adalah gaji kecil. Asumsi itu bertolak belakang dengan kebanyakan kasus korupsi yang terjadi. Di mana pelakunya adalah para pejabat dengan gaji cukup besar.
"Apalagi dalam lima tahun terakhir, gaji (pegawai) sudah dinaikkan. Ada tunjangan daerah dan tunjangan segala macam. Dengan demikian, hari ini, tidak relevan lagi penyebab korupsi itu dikaitkan dengan gaji kecil," kata Afrizal ketika dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Jumat (21/2).
Terduga pelaku ASN yang melakukan korupsi itu berinisial YRN. Ia mengaku menggunakan uang hasil penggelapan itu untuk foya-foya.
Afrizal menilai, motivasi foya-foya bukanlah sebuah motivasi yang cukup kuat bagi seseorang melakukan korupsi. Sebab, hal itu bukanlah kebutuhan mendesak. "Kalau orang korupsi untuk dana pemilu, itu kan kebutuhan mendesak. Tapi kalau untuk foya-foya artinya kalau tak dapat uang itu, dia kan tak akan menderita. Jadi motivasinya rendah, tapi peluangnya yang besar," terang Afrizal.
Oleh karena itu, lanjut dia, yang harus jadi pertanyaan saat ini adalah bagaimana pengawasan, pemanfaatan dan penyimpanan dana masjid tersebut. Terlebih praktik penggelapan dana infak itu sudah berlangsung sejak 2013 lalu.
Pengawasan yang dilakukan oleh Pemprov Sumbar selama ini layak dipertanyakan. "Mentang-mentang dana publik lalu tak diaudit, tak diawasi. Lalu diserahkan saja dengan dasar kepercayaan dan kejujuran. Itu kan keliru," ungkap Afrizal.
Untuk solusinya, kata dia, tentu dengan cara peningkatan pengawasan oleh Pemprov Sumbar. Ketika pengawasan ditingkatkan, maka motivasi kecil ataupun besar untuk melakukan tindak korupsi akan bisa dihalangi lantaran peluangnya sudah tertutup.
"Jadi, solusinya bukan gaji, tapi pengetatan pengawasan dan peraturan. Itu yang paling penting," tegas Afrizal.
Sebelumnya, Kepala Inspektorat Provinsi Sumbar, Mardi, mengatakan, YRN telah menggelapkan dana infak Masjid Raya Sumbar senilai Rp 862 juta sejak tahun 2013. YRN diketahui menjabat sebagai bendahara di Biro Mental dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Sumbar.
Selain itu, lanjut Mardi, YRN juga mengorupsi dana APBD Biro Mental dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Sumbar sebanyak Rp 629 juta. Ditambah penggelapan uang pajak senilai Rp 56 juta. Total dana yang digelapkan YRN lebih dari Rp 1,5 miliar.
"Dari pengakuan yang bersangkutan (YRN) uang ini dipakai buat kepentingan pribadi dan keluarga. Termasuk buat berfoya-foya," kata Mardi kepada Republika.co.id, Kamis (20/2).
Inspektorat Sumbar akan melaporkan kasus penyelewengan dana infak masjid tersebut ke pihak kepolisian. Sedangkan kasus korupsi APBD akan diaudit terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum kasusnya dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi Sumbar.