Jumat 21 Feb 2020 19:43 WIB

Politikus PAN: RUU Ketahanan Keluarga Campuri Urusan Pribadi

UU sebaiknya diarahkan pada pengaruan interaksi sosial di tengah masyarakat.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Draf RUU Ketahanan Keluarga.
Foto: Republika
Draf RUU Ketahanan Keluarga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum juga reda polemik  Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, kini giliran RUU Ketahanan Keluarga yang menuai kontroversial. RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dinilai terlalu jauh mencampuri urusan pribadi.

"RUU ketahanan keluarga dinilai terlalu masuk ke dalam urusan pribadi anggota masyarakat. UU semestinya tidak diarahkan pada pengaturan wilayah pribadi seperti itu, tetapi lebih pada pengaturan interaksi sosial di tengah masyarakat," ujar Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, dalam pesan singkatnya, Jumat (21/2).

Baca Juga

Kemudian, kata Saleh, masyarakat perlu tahu bahwa setiap Undang-undang mengikat semua pihak. Tidak hanya satu kelompok masyarakat tertentu, tetapi seluruh masyarakat Indonesia. Undang-undang harus mengarah pada pengaturan bagaimana agar rakyat semakin sejahtera.

"Kalau ada RUU yang terlalu mengatur wilayah pribadi, perlu dilihat manfaat dan mudaratnya. Jika mudaratnya lebih besar, ya RUU itu tidak perlu dilanjutkan," tegas Saleh.

Saleh juga menilai pengusul RUU Ketahanan Keluarga kurang memperhatikan fenemona sosial masyarakat di Indonesia. Sebab, ada banyak organisasi kemasyarakatan dan keagamaan di Indonesia yang tidak dilibatkan, atau tidak diajak bicara ketika RUU itu dirancang.

Padahal, organisasi-organisasi itu memiliki sayap organisasi perempuan yang sudah pengalaman hingga ratusan tahun.

“Organisasi seperti Aisiyyah, Muslimat NU, Nasyiyatul Aisiyyah, dan Fatayat NU sudah memiliki pengalaman yang cukup lama dalam melakukan pembinaan keluarga. Begitu juga organisasi-organisasi perempuan lainnya yang cukup banyak berkembang dan subur di Indonesia," tambahnya.

Termasuk, lanjut Saleh, tentunya majelis-majelis taklim ibu-ibu. Rata-rata program dan agenda kerjanya adalah terkait dengan ketahanan dan pembinaan keluarga. Jadi jika ingin memperkuat ketahanan keluarga, organisasi-organisasi tersebut harus dilibatkan secara aktif.

“Saya dengar, mereka belum diajak. Itulah sebabnya barangkali, mengapa banyak aktivis perempuan yang mengeritik substansi RUU Ketahanan Keluarga itu. Ini penting untuk didengar oleh fraksi-fraksi yang ada di DPR RI," terang Saleh.

Fraksi PAN belum memberikan pandangan resmi terkait masalah ini. Masih dilakukan kajian yang lebih mendalam agar penilaian yang diberikan lebih objektif.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement