REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan Pemerintah masih mengkaji pentingnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang saat ini menjadi pro kontra di masyarakat. Pemerintah kata Ma'ruf, ingin mendalami seberapa jauh manfaat RUU yang merupakan inisiatif DPR itu kepada masyarakat.
"Kami dari Pemerintah tentu kita melihat seberapa urgensinya, seberapa DPR memberikan landasan berpikirnya buat apa, kemudian juga gimana tanggapan reaksi masyarakat," ujar Ma'ruf kepada wartawan di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (21/2).
Ma'ruf melanjutkan, Pemerintah akan menugaskan menteri yang terkait untuk meninjau urgensi RUU tersebut. Karena itu, ia belum mau mengomentari lebih jauh RUU tersebut.
"Kita hanya merespons aja baik dari inisiatif itu sendiri dan juga tentu dari opini publik, saya kira itu dan kita belom memberikan pendapat seperti apa," ujar Ma'ruf.
Sebelumnya, lima anggota DPR mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga yaitu Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani (F-PKS), Ali Taher (F-PAN), Sodik Mudjahid (Fraksi Gerindra), dan Endang Maria Astuti (Fraksi Partai Golkar).
Ali Taher mengatakan usulannya terkait RUU tersebut disebabkan tingginya tingkat persoalan disharmonisasi keluarga di Indonesia. Anggota Fraksi PAN DPR RI itu menilai diperlukan UU agar persoalan ketahanan keluarga bisa menjadi alternatif pemecahan berbagai persoalan sosial yang dihadapi dalam lingkup keluarga.
"Fakta sosial kita menunjukkan betapa rapuhnya kondisi objektif saat ini dalam dunia perkawinan. Tingkat perceraian rata-rata di tingkat kabupaten/kota tidak kurang dari 150-300 per bulan," kata Ali Taher di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan akibat perceraian tersebut menimbulkan persoalan pada hak asuh dan masa depan anak sehingga hal tersebut memerlukan perhatian.
Menurut Ali, penyebab utama keretakan rumah tangga tersebut adalah persoalan ekonomi seperti banyak pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga berakibat akumulatif terhadap persoalan ekonomi keluarga.