Sabtu 22 Feb 2020 07:26 WIB

Pembelaan Fraksi PKS Soal RUU Ketahanan Keluarga

Ketua Fraksi PKS meminta semua pihak jangan sinis dulu soal RUU Ketahanan Keluarga.

Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini meminta semua pihak jangan sinis dulu terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga. Sebab, esensi aturan tersebut sangat baik untuk melahirkan generasi yang lebih baik ke depannya.

"Dalam pembahasan kita berargumentasi, jadi jangan belum melihat RUU sudah sinis duluan," kata Jazuli di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (21/2) malam.

Baca Juga

Dia mengatakan hal yang diinginkan FPKS dari RUU tersebut adalah memberikan pemahaman bahwa keluarga merupakan institusi terkecil dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menurut dia, ketika institusi tersebut sukses maka Indonesia akan berhasil melahirkan generasi yang lebih baik di masa mendatang.

"Ketika institusi keluarga broken maka banyak generasi yang akan broken. Karena itu PKS menilai keluarga adalah institusi yang penting dalam memperoleh generasi yang baik bagi bangsa dan negara disamping institusi-institusi sekolah formal tentunya," ujarnya.

Jazuli mengatakan terkait beberapa pasal yang dinilai kontroversial oleh masyarakat, tidak serta merta dicabut. Sebab, dalam pembahasannya akan terjadi perdebatan dan penyampaian argumentasi mana yang lebih logis serta diterima.

Dia mengakui ada dua kader PKS yang menjadi pengusul RUU tersebut, yaitu Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani. Sesuai peraturan perundang-undangan, keduanya menggunakan haknya lalu diterima Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

"Usulan RUU tersebut diterima Baleg lalu masuk dalam Prolegnas 2020 maka tinggal dibahas. Dan ada beberapa anggota dari PAN, Golkar dan Gerindra, yang penting dalam sebuah proses itu masuk ya kan, kemudian nanti dibahas," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden PKS Sohibul Iman menilai polemik dalam proses pembahasan RUU adalah "gizi" sebagai masukan agar menghasilkan produk legislasi yang baik. Karena itu, dia menilai polemik tersebut tidak boleh dimatikan termasuk pandangan sinis beberapa pihak namun harus memiliki argumentasi, dialektika, dan gagasan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement