Sabtu 22 Feb 2020 09:33 WIB

DJP: Penerima Tax Allowance Wajib Beri Laporan Realisasi

Pelaku usaha bisa mengajukan tax allowance lewat sistem perizinan terintegrasi (OSS)

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama (kiri) bersama Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol (kanan). ilustrasi
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama (kiri) bersama Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol (kanan). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mewajibkan bidang usaha yang mendapatkan fasilitas keringanan pajak penghasilan atau tax allowance wajib menyampaikan laporan jumlah realisasi penanaman modal dan realisasi produksi. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan laporan itu disampaikan setiap tahun paling lambat 30 hari sejak berakhirnya tahun pajak.

"Aktiva yang mendapatkan fasilitas dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan, kecuali diganti dengan aktiva yang baru," ujarnya di Jakarta, Jumat (21/2).

Baca Juga

Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11/PMK.010/2020 yang baru ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada 11 Februari 2020. Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2019 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu.

Hestu menambahkan penentuan kesesuaian pemenuhan bidang usaha, daerah tujuan investasi, kriteria dan persyaratan untuk mendapatkan fasilitas tax allowance dilakukan melalui sistem perizinan terintegrasi elektronik (OSS).

Permohonan fasilitas melalui OSS harus dilakukan sebelum produksi komersial dengan melampirkan salinan digital surat keterangan fiskal para pemegang saham dan salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal.

Dalam PP Nomor 78 Tahun 2019 yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 12 November 2019 terdapat 166 bidang usaha yang bisa memperoleh fasilitas pengurangan pajak penghasilan ini.

Bidang usaha yang bisa memperoleh tax allowance harus mempunyai nilai investasi tinggi atau untuk ekspor, memiliki penyerapan tenaga besar maupun kandungan lokal yang tinggi.

Beberapa diantaranya bidang usaha seperti budidaya sapi potong, gasifikasi batu bara di lokasi penambangan, pertambangan pasir besi, pertambangan bijih besi dan pertambangan bijih nikel.

Selain itu, industri gula pasir, industri minyak goreng kelapa, industri makan bayi, industri pemintalan benang, industri pertenunan, industri batik dan industri sepatu olah raga.

Kemudian, industri bahan farmasi, industri komputer dan atau perakitan komputer dan industri batu baterai.

Fasilitas tax allowance itu mencakup pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah nilai penanaman modal berupa aktiva tetap termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, melalui pembebanan selama enam tahun masing-masing sebesar lima persen.

Selanjutnya, penyusutan atau amortisasi dipercepat atas aktiva tetap berwujud atau tidak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal.

Kemudian, tarif pajak penghasilan sebesar 10 persen, atau tarif yang lebih rendah sesuai perjanjian penghindaran pajak berganda, atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.

Terakhir, terdapat kompensasi kerugian yang lebih lama dari lima tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement